Tidur di kelotok warga, perjalanan menuju Kec. Mendawai, Katingan |
Tiba-tiba
saja PING!!! “Apa kabar nih?” Lanjutnya bertanya, “Baik bang,” jawabku. “Hanya baik?”
Tanyanya lagi, “iya begitulah bang,” jawabku waktu itu. Aku yakin pertanyaan
ini muncul karena aku selalu menjawab “sangat baik” saat ada pertanyaan kabar
tentang aku, sederhana memang, tapi tujuan jawaban tersebut karena aku ingin
membagi semangat kepada siapapun. Apalagi dengan orang yang aku sayang.
Jujur
saja, beberapa hari terakhir ini kondisi fisikku memang kurang fit, entah karena
kecapek’an atau entah karena pola
hidup yang kujalani mulai kurang tepat dengan badan yang mulai renta ini. Menyambung
chatting abangku yang tadi, “kalau kamu sakit ini kesempatan bagus, jangan
lewatkan,” ketiknya di chatting BBM ku. “Iya, ini peluang emas, jangan sampai
disia-siakan begitu saja,” lajut ketikannya.
Mungkin
pembaca bertanya-tanya, begitupun aku saat itu, bagaimana mungkin sakit yang
identik dengan penderitaan disebut sebagai peluang emas. Yang aku pahami saat
itu, episode sakit adalah fase yang tidak mengenakkan. Meski hanya kaki yang
bengkak, seluruh badan ikut merasakannya. Meski hanya satu jari yang luka,
seluruh perasaan menjadi labil, akibatnya pekerjaan pun tidak lagi produktif.
“Namun,
di sisi lain, sakit bisa menjadi kesempatan berharga bagai seseorang yang
pandai memetik hikmah,” terangnya.
Setelah
banyak mendaat pencerahan darinya, aku baru menyadari jika pernyataan itu memang
betul. Eh ya, perkenalkan, abangku ini adalah Deddi Nordiawan, seorang dosen di
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan konsultan akuntansi pemerintah di
Medina Consulting.
Saat
itu dirinya mengajakku untuk bersama-sama menyelami dan memetik hikmahnya yang
seluas samudera itu. Sungguh rugi jika sudah sakit, lalu tidak mendapatkan
hikmah apapun. Nah, berikut adalah beberapa hikmah sakit yang berhasil ia bagi
dan penulis ingat.
SAKIT itu UJIAN
Pertama,
SAKIT adalah UJIAN buat kita apakah kita layak disemati gelar “ahli syukur”.
Ketika kita mendapatkan tambahan harta, lalu kita bersyukur, itu biasa. Tetapi
ketika kita sakit, tetapi kita tetap bersyukur, itu baru luar biasa.
Allah
Yang Maha Baik ingin menaikkan derajat kita menjadi ahli syukur. Kita mau naik
kelas, maka kita harus ujian dulu. Maka, Dia memberikan tangganya berupa ujian
sakit. Memang tidak enak naik tangga, capek, lelah, namun setelah berhasil
melewatinya, InsyaAllah kemuliaan dari Allah sudah menanti.
Mengapa
sakit menjadi ujian untuk membuktikan kualitas syukur? Karena sebenarnya sakit
yang kita rasakan itu tidak ada apa2nya dibandingkan dengan luasnya karunia dan
kenikmatan yang diberikan olehNya. Seringkali, kita hanya berfokus pada bagian
tubuh yang sakit saja, seharian mengeluh di bagian itu-itu saja, padahal pada
saat yang bersamaan bagian tubuh lain masih berfungsi sempurna, maha karya Dia
yang Luar Biasa.
SAKIT PRASYARAT
terkabulnya DOA
Kedua,
SAKIT adalah PRASYARAT terkabulnya DOA. Seringkali terkabulnya sebuah doa
tertunda karena dosa-dosa yang kita lakukan.
Dosa
mata, dosa telinga, dosa mulut, prasangka, sedikit demi sedikit menumpuk tanpa
kita sadari. Karena tidak sadar, kita tidak pernah menyesalinya, akhirnya
dosa-dosa tersebut tidak pernah kita tobati. Lalu Allah Yang Maha Baik
mengkaruniakan sakit untuk menghapus dosa-dosa tersebut, sehingga apa yang kita
munajatkan dalam doa tidak terhalang lagi.
SAKIT adalah PERINGATAN
Ketiga,
SAKIT adalah PERINGATAN atas kualitas kita dalam manajemen diri. Sakit menjadi
tempat kita berkaca betapa sering kita abai atas kualitas makanan. Kita sering
tidak adil kepada tubuh atau tidak memberikan hak yang memadai untuk istirahat,
padahal Allah Sang Khalik telah mengamanahkan tubuh ini dengan segala kehebatan
dan kecanggihan mekanismenya. Maka, yuk kita manfaatkan episode sakit sebagai
momentum introspeksi diri kita.
Semoga
tulisan yang sangat sederhana ini dapat memberikan energy baru untuk tetap
tersenyum dalam mengarungi berbagai ujian, salah satunya SAKIT. Tetap semangat!!!
KASONGAN,
12/5 2013
Posting Komentar