Buku gado gado gaya wartawan “Triji wartawan”
Ini
satu di antara langkanya buku tentang wartawan yang ditulis oleh wartawan. Buku
yang berisi sejumlah pengalaman kewartawanan dan beragam masalah menyangkut
profesi wartawan ini ditulis oleh H. Sofyan Lubis, wartawan senior yang sudah
kenyang "jungkir balik" di dunia pers Indonesia sejak zaman Bung
Karno.
Sebagaimana
juga diakui pihak penerbit, gaya tulisan-tulisan yang terangkum di buku ini
cukup enteng, mudah dipahami, tidak bertele-tele, dan cerita yang disajikan
juga menarik. Cerita-cerita tentang wartawan diramu secara humor, menarik dan
memikat. Oleh karena sudah lama bergelut dengan dunia kewartawanan, maka wajar
banyak ceritanya menyangkut pengalaman penulisnya sendiri. Bukan saja jadi
wartawan, Sofyan juga pernah jadi redaktur, pemimpin redaksi, Ketua PWI cabang
Jakarta, Sekjen dan Ketua Umum PWI Pusat, Presiden Konfederasi Wartawan Asean,
sampai anggota MPR, DPR dan Dewan Pers.
Cerita
yang disajikan bisa juga jadi pelajaran, peringatan, tuntunan, contoh, maupun
pesan. Mungkin selama ini orang belum banyak tahu bagaimana menghadapi
wartawan, di buku ini Sofyan menyampaikan beberapa cara. Setidaknya, ini bisa
menjadi pegangan bagi siapa saja kalau menghadapi wartawan. "Buku ini
telah membuka lagak kehidupan wartawan yang selama ini ada yang ditutupi,"
tulis penerbit.
Beragam
Cerita
Beragam
cerita yang dituturkan Sofyan di buku ini. Sebutlah mulai soal pengalaman
penulisnya berkaitan dengan Presiden RI -- dari Soekarno sampai Susilo Bambang
Yudhoyono. Lalu, pengalaman berkaitan dengan menteri, gubernur, panglima dan
posisi.
Ada
juga sekumpulan tulisan pengalaman seputar tingkah laku kerja, gaya, cara,
sikap dan lain-lain tentang wartawan atau yang dilakukan wartawan. Oleh karena
bermacam-macam, maka dikumpulkan jadi "Gado Gado Gaya Wartawan",
disingkat 3-G Wartawan atau istilah penulisnya, Triji Wartawan.
Ternyata
pula, tidak saja di kalangan mahasiswa, di kalangan wartawan juga dikenal
istilah pelonco. Tentu yang kena pelonco adalah wartawan baru, wartawan muda
atau pemuda. Terutama mereka yang baru ditugaskan di pengadilan, balaikota dan
departemen. Sofyan bertutur perihal ini dengan sangat menarik. Lalu, bagaimana
ketika wartawan berada di luar negeri? Penulis pun punya segudang cerita.
Cerita
seputar orang-orang yang mengaku wartawan pun ada. Wartawan seperti ini, kata
Sofyan, kerjanya menakut-nakuti, mengancam pejabat, pengusaha, bahkan guru.
Ujung-ujungnya, ya duit. Mengapa lantas mereka dijuluki "pasukan
bodrex", ada cerita menarik di buku ini. Kemudian, bagaimana cara wartawan
menghadapi pejabat? Ada ceritanya pula sampai sedetail-detailnya -- bagaimana
misalnya cara wartawan menjalankan tugas dengan baik, melakukan wawancara dan
menjaga hubungan baik dengan pejabat atau narasumber.
Yang
tak kalah menarik, bagaimana pula cara orang menghadapi wartawan? Sofyan dengan
lugas memberikan saran. Beberapa "rahasia" pun dibuka di sini.
Wartawan
Terpaksa
Buku
ini memang layak dibaca para wartawan, terutama yang pemula atau baru saja
memasuki dunia pers. Apa yang dipapar penulisnya di buku ini seakan menjadi
keniscyaan yang harus dipahami para wartawan. Namun, tahukah orang jika dulu
Sofyan Lubis sendiri tak pernah punya cita-cita jadi wartawan?
"Terus
terang, tak ada cita-cita saya jadi wartawan. Waktu sekolah, saya paling malas
mengarang dan membaca. Masuk SMA Kesatria di Medan tahun 1957 mengambil bagian
B, Alam Pasti. Di ijazah SMA bahasa Indonesia ponten 6. Saya jadi wartawan
karena terpaksa. Bukan karena tak ada kerja. Ketika tiba di Jakarta tahun 1961,
saya sudah diberi kerja di bagian pembukuan di koran Warta Berita milik abang
saya Junus Lubis. Keadaan memaksa saya," cerita Sofyan Lubis.
Sofyan
mengakui, kala itu, dirinya sering saya melihat ada undangan yang terkadang
tergeletak begitu saja. Undangan itu diambil dan coba dihadirinya. Undangan itu
baru sebatas undangan film. "Beritanya saya buat. Setelah dimuat di Warta
Berita, saya lihat ada yang diperbaiki. Saya lihat juga berita yang sama di
koran lain. Saya bandingkan. Dari situ saya belajar," kenangnya.
Dari
situlah Sofyan mengaku mulai tumbuh dan belajar sendiri, lantas menapak karir
dari wartawan menjadi redaktur, Pemimpin Redaksi, Ketua Umum PWI, anggota
DPR-RI dan Dewan Pers. "Banyak cerita tentang wartawan, baik yang saya
alami maupun saya dengar. Saya mencoba mengumpulkan cerita-cerita itu. Saya
peras otak mengingatnya. Saya SMS ke lebih 100 wartawan dan mereka yang pernah
dekat dengan wartawan untuk mendapatkan cerita dari mereka," aku Sofyan.
Hampir
semua wartawan yang dihubungi Sofyan menyambut baik dan siap menulisnya. Namun,
menurut Sofyan, tentu yang diterimanya tidak semua semua bisa lolos. Sofyan
sendiri banyak "menyensor" karena di antaranya ada yang tidak pantas,
porno, vulgar atau bisa menyinggung perasaan orang lain. Lantas, aku Soyan
lagi, karena ceritanya macam-macam soal wartawan, maka buku ini diberinya judul
"Wartawan? Hehehe...."
+ komentar + 2 komentar
Mantap Nie gan.
Jadilah Wartawan yang Jujur gan.
Jangan Mempermainkan Jabatan.
Siap perintah dan semoga berkah..amin ya rob, . . .
Posting Komentar