Cerita Dari Pal 19 (Bagian I)

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Berita BOX For Palangka Ekspres

Penghuni harus diasuh seorang “Mami”

Santai menunggu pelanggan

Berbeda dengan kehidupan di komplek perumahan atau gang kebanyakan, Komplek dan gang lokalisasi yang ada di Pal 19 ini memiliki cara unik untuk tetap bertahan dan mempertahankan eksistensinya sebagai satu-satunya lokalisasi resmi yang ada di Kabupaten Katingan.

---------------------------------------------------------------

Sudah menjadi hal yang lumrah jika disini (Kalimantan) menunjukkan sebuah lokasi identik dengan istilah “Pal” atau kilometer sebuah jalan, begitupun dengan lokalisasi prostitusi yang ada di Kabupaten Katingan yakni Pal 19 Tjilik Riwut arah Sampit.

Jika nama lokasi ini terlontar, tak sedikit orang sini akan membayangkan tempat dimana para lelaki hidung belang dapat memanjakan dirinya pada ranjang hangat nan-empuk para wanita penghuni lokalisasi yang selalu memberikan candu sensasi nan adiktif pada mereka yang haus akan belaian wanita. Satu-satunya lokalisasi prostitusi resmi yang ada di bumi Penyang Hinje Simpe ini, bisa ditempuh dari Kasongan sebagai ibukota Kabupaten, sekitar 1 jam atau dari Kereng Pangi kurang dari setengah jam perjalanan.

Letaknya yang tak jauh dari simpul ekonomi masyarakat Katingan, menjadikan lokalisasi ini selalu ramai akan pengunjung yang sebagain besar para pekerja tambang dan perusahan swasta yang ada di daerah ini. lokalisasi Pal 19 berkembang menjadi sebuah komplek perumahan yang terdiri atas satu RT yaitu RT 7 RW 2 desa Kereng Pangi, Katingan Hilir. Dengan kondisi jalan yang sempit kebanyakan para pelanggan harus berjalan kaki masuk menyusuri lokalisasi tersebut.

Dari keterangan salah satu penghuni Pal 19, Sari, 18, (Nama samara), setiap PSK mempunyai seorang murcikari sebagai orang tua asuhnya. Setiap PSK dilarang mempunyai 2 orang atau lebih mucikari, setiap mucikari di lokalisasi Pal 19 ini anak-anak asuh tinggal bersamanya dalam satu komplek rumah. Wanita-wanita muda yang datang ke komplek lokalisasi Pal 19 sebagian besar mempunyai tingkat pendidikan yang rendah.

“Setelah keluar dari kerja sawit saya diajak seorang teman kesini, dan dikenalkan pada Mami (mucikari),” ujarnya.

Menurut Sari, mayoritas Mami adalah perempuan. Dalam menjaga keamanan para Mami perempuan tersebut menyewa beberapa orang untuk menjaganya. Dari jumlah 37 Mami mayoritas menyewa rumah untuk usaha jasa mereka, hanya ± 6 rumah merupakan milik sendiri.

“Bagi Mami yang tidak memiliki rumah sendiri harus menyewa rumah dengan harga sewa rumah cukup mahal berkisar antara Rp.7 Juta sampai dengan Rp.8 Juta pertahun,” terang wanita muda yang sudah setahun menghuni tempat ini.

Sangat dimungkinkan wanita-wanita muda ini terjun ke dunia pelacuran karena kesulitan mereka untuk mendapatkan pekerjaan dengan tidak adanya bekal pendidikan dan ketrampilan. Image masyarakat terhadap para PSK identik dengan wanita yang bodoh dan tidak mempunyai ketrampilan apapun kecuali jasa esek-esek untuk mendapatkan uang demi kelangsungan hidup mereka. ---Bersambung---