Kalimantan
Tengah memiliki banyak sungai yang penuh riam. Salah satu sungai yang menantang
untuk ditelusuri adalah Sungai Katingan di Kabupaten Katingan. Selain itu riam
yag ada di Sungai Katingan ini cukup untuk menciutkan nyali para petualang.
Riam Mangkikit//Riam terbesar di Sungai Katingan |
Salah
satu alat angkut jalur sungai yang masih menjadi urat nadi di kabupaten
Katingan adalah kelotok. Menyusuri sungai di kabupaten berjuluk Penyang Hinje Simpei sungguh menantang.
Pasalnya, Sungai yang dilalui tidak hanya mengalir lembut, tetapi memiliki riam
yang menciutkan nyali. Cerita tentang perahu kelotok yang gagal melewati riam
dan karam bukan isapan jempol. Untungnya, waktu itu saya bersama delapan
penumpang perahu berhasil melewati riam-riam Sungai Katingan yang mendebarkan.
Sungai
Katingan yang lebarnya lebih dari 200 meter merupakan sungai besar yang
memiliki sejumlah anak sungai, di antaranya Sungai Samba, Hiran, Senamang, dan
Sungai Mahuk. Tukang perahu kelotok yang saya tumpangi bernama Incek (28),
warga Tumbang Samba. Meskipun usianya terbilang muda, kami percaya pada
kemampuannya mengendalikan perahu kelotok melintasi riam di Sungai Katingan.
Kecepatan perahu kelotok sekitar 60 km/jam dengan kapasitas 20-30 penumpang.
Tujuan
pertama kami tentu saja Riam Mangkikit, riam terganas yang ada di Sungai
Katingan ini dapat ditempuh dalam satu jam dari Tumbang Samba. Riam Mangkikit
merupakan riam pertama dan salah satu riam terbesar ke arah hilir Sungai
Katingan dari Tumbang Samba.
Sekitar
30 menit pertama, kondisi Sungai Katingan masih bersahabat. Air sungai berwarna
coklat mengalir lembut dan tak beriak, tanda sungainya dalam. Di tepi sungai
ada satu-dua perkampungan, selebihnya hutan yang lumayan lebat. Di sepanjang
perjalanan juga dapat disaksikan puluhan penambang emas tradisional.
Sayangnya,
perjalanan sedikit terhambat. Mesin perahu kelotok yang kami tumpangi
terbatuk-batuk, bahkan mati setiap kali Incek menambah kecepatan. Perjalanan
menuju riam Mangkikit yang bisa ditempuh satu jam molor jadi 1,5 jam.
Mendekati
Riam Mangkikit, perangai sungai mulai berubah. Air tampak beriak dan terdengar
suara gemuruh. Batu-batu besar yang mencuat ke permukaan terlihat semakin
banyak. Setelah beberapa kali mogok, perahu kelotok kami sampai di Riam
Mangkikit. Sambil menunggu mesin perahu diperbaiki, penumpang turun ke Riam Mangkikit.
Riam
ini bentuknya seperti sebuah pulau batu di tengah sungai. Batu-batu besar
berderet dengan panjang sekitar 200 meter. Air mengalir deras melalui
celah-celah batu di permukaan ataupun di dasar sungai.
Setelah
kondisi mesin kelotok siap menembus Riam Mangkikit, semua penumpang kembali
menaiki perahu. Untuk mengambil ancang-ancang, Incek memutar perahu menjauh,
lalu mengarahkan perahu lurus ke arah riam. Perasaan kami cemas melihat kondisi
riam yang tampak ganas dan mesin yang tidak prima.
Sebelum
mulai memasuki riam, Incek mencelupkan sebelah kaki ke dalam air sungai.
Awalnya kami mengira itu untuk mengukur kedalaman dan kekuatan arus, namun
ternyata itu merupakan ritual mohon keselamatan yang biasa dilakukan tukang
perahu sebelum melewati riam.
Incek
menekan gas penuh, suara mesin menderu. Perahu berjalan zig-zag melewati celah
batu yang sempit. Tangan Incek membanting kemudi perahu ke kiri dan ke kanan.
Bagian depan perahu terangkat ke atas karena melawan arus air di riam.
Selama
beberapa menit Incek berjuang melewati riam, sementara semua penumpang duduk
tegang. Ketika perahu lolos dari riam, semua penumpang pun lega. Kami lalu
menuju sebuah dermaga untuk beristirahat.
Saat
istirahat Incek mengatakan, lebih sulit melewati riam ketika sungai surut.
Supaya dapat melewati riam, perahu harus diputar dengan tali. Bagian belakang
perahu yang lebih berat harus berada di depan.
"Riam Mangkikit
merupakan riam yang paling berbahaya. Banyak perahu karam di Riam Mangkikit,
bahkan penumpangnya tewas. Penyebabnya mesin tiba-tiba mati atau tali kemudi
putus ketika melewati riam," katanya.
Kasongan, 23/12 2012
Posting Komentar