//Politisine ora cerdas, mahasiswane babar blas ora intelek, opo meneh
sing nulis// Semoga segera menemukan jalan yang di ridho’i, amin.
Aksi tolak Capres antek Neolib, Semarang 2009 |
Makin Awut-awutan, begitulah mungkin
ungkapan untuk menggambarkan timing kenaikan BBM kali ini. Uang 150 ribu rupiah
jelas tidak akan membungkam kesusahan masyarakat bawah menghadapi lonjakan
harga jelang Ramadhan. Uang itu juga tak akan membuat mereka lembut memuja
penguasa jelang masa ajaran baru anak sekolah. Timing yang juga sangat buruk
karena ini terjadi setahun jelang pemilu.
Demonstrasi
terjadi di mana-mana. Puluhan organisasi mahasiswa dan buruh bergerak. Beberapa
melakukan demonstrasi dengan cara yang menyedihkan. Timingnya pun boleh jadi
buruk karena nyaris bertepatan dengan berkumpulnya ribuan calon mahasiswa baru
yang hendak melakukan ujian masuk perguruan tinggi. Mereka melihat calon
seniornya tampak gagah dan patriotik “membela” rakyat. Dan percayalah,
mahasiswa baru selalu mudah untuk dikelola dan dibakar semangatnya untuk ikut
berdemo.
“Kalau
memang demonya membela rakyat, kenapa harus memblokir jalan dari pagi sampai
sore begini..”. Boleh jadi itu adalah keluhan banyak orang saat mengetahui
jalanan yang biasa dilaluinya mencari nafkah mendadak tak bisa dilalui. Puluhan
mahasiswa bergerombol membuat tembok di jalan dengan ban terbakar seakan
menunjukkan gelora semangat mereka. “Lha nek mobil gas disandera, mbok mu arep
masak ngganggo opo?”. Begitu juga mungkin sindiran banyak masyarakat ketika
menyaksikan demonstran di Semarang dan kota lainnya,
menyandera mobil pengangkut gas 3 kg. Sama konyolnya ketika mahasiswa-mahasiswa
itu marah barikadenya ditembus pengguna motor lalu pengguna motor tersebut
justru mereka hakimi.
Gerakan
mahasiswa memang masih dan selalu dibutuhkan sebagai salah satu saluran
perjuangan rakyat. Sejarah pun membuktikan bagaimana gerakan kampus sanggup
membawa kemenangan atas ketidakadilan. Namun rasanya kali ini para mahasiswa
aktivis itu perlu merenungi lagi aksi mereka ketika menyandera mobil gas 3 kg
dan memukuli pengguna jalan yang mencoba menembus barikade mereka.
Mungkin
benar bahwa mereka perlu melakukan cara-cara demonstrasi yang sedikit keras
agar suara mereka diperhatikan. Tapi jika mereka membaca keluhan masyarakat
atas aksi tutup jalan, sandera mobil dan main pukul yang mereka lakukan ketika
demonstrasi, para mahasiswa aktivis boleh merasa malu.
Saya
selalu salut untuk rekan-rekan yang siap sedia dan bersemangat setiap kali
turun ke jalan. Bendera warna-warni lambang organisasi menjadi panji meski
sering ukurannya jauh lebih besar dibanding bendera merah putih yang mereka
bawa. Kadang mereka bahkan lupa membawa merah putih. Perlu pengorbanan yang
tidak kecil untuk turun ke jalan. Bahkan ketika kemarin mereka seharusnya
menjalani ujian akhir semester, saya hampir yakin banyak di antara mereka yang
memilih jalanan dibanding ruang ujian. Untuk hal ini mereka mungkin perlu
memaknai lagi arti perjuangan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk rakyat
yang mereka yakini terbela dengan aksi mereka.
Ketika
masih kuliah bung Karno bertekad untuk fokus dengan bangku dan buku
pelajarannya. Ia tak berorasi di depan massa dan baru akan melanjutkannya
ketika “perjuangan studi” nya berakhir. Bung karno menepati janjinya. Lulus
kuliah ia menjadikan pengalaman dan bekal intelektualnya ketika menjadi
mahasiswa untuk membela rakyat. Hal yang agak kontras dengan pergerakan
mahasiswa akhir-akhir ini. Mereka kerap turun ke jalan atas nama rakyat kecil
tapi aksi yang digelar justru menyakiti rakyat kecil lainnya.
Para
pengguna jalan yang diblokir tentu tidak semuanya rakyat berada. Di antara
mereka banyak rakyat kecil yang mau tidak mau harus mendapatkan nafkahnya hari
itu. Tapi ketika jalan yang menjadi sambungan rezekinya lumpuh sepanjang hari,
mau apalagi?. Pun demikian dengan sopir pengangkut gas 3 kg. Mereka hanya
driver yang gajinya tak seberapa. Setiap kali terlambat beberapa jam perusahaan
mungkin memangkas honronya atau minimal mendapat teguran. Lalu para pedagang
kecil yang menunggu gas nya tak kunjung datang akhirnya gigit jari.
Memang
dilematis. Tapi bolehlah para mahasiswa itu hari ini beristirahat sambil
sekejap merenung lalu membuka lagi buku catatan kuliahnya. Esok mereka masih
ada ujian dan hari ini adik-adik mereka yang sedang berjuang masuk perguruan
tinggi butuh contoh yang baik selain aksi patriotik blokir jalan dan sandera
mobil.
KASONGAN, 21/6 2013
KASONGAN, 21/6 2013
Posting Komentar