Carut Marut Kenaikan BBM

Jumat, 21 Juni 20130 komentar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

//Politisine ora cerdas, mahasiswane babar blas ora intelek, opo meneh sing nulis// Semoga segera menemukan jalan yang di ridho’i, amin.

Aksi tolak Capres antek Neolib, Semarang 2009
Makin Awut-awutan, begitulah mungkin ungkapan untuk menggambarkan timing kenaikan BBM kali ini. Uang 150 ribu rupiah jelas tidak akan membungkam kesusahan masyarakat bawah menghadapi lonjakan harga jelang Ramadhan. Uang itu juga tak akan membuat mereka lembut memuja penguasa jelang masa ajaran baru anak sekolah. Timing yang juga sangat buruk karena ini terjadi setahun jelang pemilu.

Demonstrasi terjadi di mana-mana. Puluhan organisasi mahasiswa dan buruh bergerak. Beberapa melakukan demonstrasi dengan cara yang menyedihkan. Timingnya pun boleh jadi buruk karena nyaris bertepatan dengan berkumpulnya ribuan calon mahasiswa baru yang hendak melakukan ujian masuk perguruan tinggi. Mereka melihat calon seniornya tampak gagah dan patriotik “membela” rakyat. Dan percayalah, mahasiswa baru selalu mudah untuk dikelola dan dibakar semangatnya untuk ikut berdemo.

“Kalau memang demonya membela rakyat, kenapa harus memblokir jalan dari pagi sampai sore begini..”. Boleh jadi itu adalah keluhan banyak orang saat mengetahui jalanan yang biasa dilaluinya mencari nafkah mendadak tak bisa dilalui. Puluhan mahasiswa bergerombol membuat tembok di jalan dengan ban terbakar seakan menunjukkan gelora semangat mereka. “Lha nek mobil gas disandera, mbok mu arep masak ngganggo opo?”. Begitu juga mungkin sindiran banyak masyarakat ketika menyaksikan demonstran di Semarang dan kota lainnya, menyandera mobil pengangkut gas 3 kg. Sama konyolnya ketika mahasiswa-mahasiswa itu marah barikadenya ditembus pengguna motor lalu pengguna motor tersebut justru mereka hakimi.

Gerakan mahasiswa memang masih dan selalu dibutuhkan sebagai salah satu saluran perjuangan rakyat. Sejarah pun membuktikan bagaimana gerakan kampus sanggup membawa kemenangan atas ketidakadilan. Namun rasanya kali ini para mahasiswa aktivis itu perlu merenungi lagi aksi mereka ketika menyandera mobil gas 3 kg dan memukuli pengguna jalan yang mencoba menembus barikade mereka.

Mungkin benar bahwa mereka perlu melakukan cara-cara demonstrasi yang sedikit keras agar suara mereka diperhatikan. Tapi jika mereka membaca keluhan masyarakat atas aksi tutup jalan, sandera mobil dan main pukul yang mereka lakukan ketika demonstrasi, para mahasiswa aktivis boleh merasa malu.

Saya selalu salut untuk rekan-rekan yang siap sedia dan bersemangat setiap kali turun ke jalan. Bendera warna-warni lambang organisasi menjadi panji meski sering ukurannya jauh lebih besar dibanding bendera merah putih yang mereka bawa. Kadang mereka bahkan lupa membawa merah putih. Perlu pengorbanan yang tidak kecil untuk turun ke jalan. Bahkan ketika kemarin mereka seharusnya menjalani ujian akhir semester, saya hampir yakin banyak di antara mereka yang memilih jalanan dibanding ruang ujian. Untuk hal ini mereka mungkin perlu memaknai lagi arti perjuangan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk rakyat yang mereka yakini terbela dengan aksi mereka.

Ketika masih kuliah bung Karno bertekad untuk fokus dengan bangku dan buku pelajarannya. Ia tak berorasi di depan massa dan baru akan melanjutkannya ketika “perjuangan studi” nya berakhir. Bung karno menepati janjinya. Lulus kuliah ia menjadikan pengalaman dan bekal intelektualnya ketika menjadi mahasiswa untuk membela rakyat. Hal yang agak kontras dengan pergerakan mahasiswa akhir-akhir ini. Mereka kerap turun ke jalan atas nama rakyat kecil tapi aksi yang digelar justru menyakiti rakyat kecil lainnya.

Para pengguna jalan yang diblokir tentu tidak semuanya rakyat berada. Di antara mereka banyak rakyat kecil yang mau tidak mau harus mendapatkan nafkahnya hari itu. Tapi ketika jalan yang menjadi sambungan rezekinya lumpuh sepanjang hari, mau apalagi?. Pun demikian dengan sopir pengangkut gas 3 kg. Mereka hanya driver yang gajinya tak seberapa. Setiap kali terlambat beberapa jam perusahaan mungkin memangkas honronya atau minimal mendapat teguran. Lalu para pedagang kecil yang menunggu gas nya tak kunjung datang akhirnya gigit jari.

Memang dilematis. Tapi bolehlah para mahasiswa itu hari ini beristirahat sambil sekejap merenung lalu membuka lagi buku catatan kuliahnya. Esok mereka masih ada ujian dan hari ini adik-adik mereka yang sedang berjuang masuk perguruan tinggi butuh contoh yang baik selain aksi patriotik blokir jalan dan sandera mobil.

KASONGAN, 21/6 2013
Share this article :

Posting Komentar

Followers My Blog

 
Support : Creating Website | Fahruddin Fitriya SH | Kecoak Elektronik
Copyright © 2012. PENA FITRIYA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Vitrah Nusantara
Proudly powered by Blogger