• Semalam Bisa Lima Kali 'Ngamar' Mau?
  • Tarif 'Ngamar' Naik Bang...
  • Acara Tivi Kita ‘kok’ Makin ‘ngga’ Mutu Yahhh,...
  • Judi Politik Itu Judulnya ‘Nyaleg’
  • Sebut Kami Tiongkok Atau Tionghoa Saja!
  • Harus Dibangun Tempat Judi Di Indonesia
  • Polah Wartawan, Main Potong dan Sok Pintar
  • Genting Highland Surganya Penjudi Asia
  • Melancong Ke Dataran Merdeka dan Batu Cave Malaysia
  • Mengunjungi Gedung Tertinggi Di Malaysia
  • Kawasan Alor, Jadi Segitiga Emasnya Kuala Lumpur
  • Kampanye dan Pengelolaan Menjadi Kunci Sukses Pariwisata Di Malaysia
  • KLIA Jauh Lebih Modern, Petugas Imigrasi Terkesan Ramah
  • Perayaan Tahun Baru Di Kasongan Meriah
  • Wartawan Lebih Miskin Dari Penerima BLSM
  • Si Vicky, Tokoh 'Isasi' Kontroversi
  • Zaman Laptop, Orang Malah Malas Menulis
  • Say No To ‘Perploncoan’, Hapuskan OSPEK
  • Sedikit Tentang Manfaat Berorganisasi
  • Warungnya ‘Pake’ Jablay

ORANG LOKAL VS PENDATANG

Sabtu, 18 Februari 20120 komentar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Indonesia Milik Siapa?

Jalan neraka menuju Barito Timur
Sebutan "orang lokal" dan "pendatang" itu hanyalah gelar yang kurang obyektif. kenapa? karena terkesan "Orang lokal harus dilindungi dan layak sukses", sementara pendatang diberikan aturan yang lebih ketat karena "Pendatang harus menghargai orang lokal dan kesuksesannya harus membawa kemakmuran orang lokal".

Jika bicara tentang sejarah manusia, siapakah "Pendatang" dan siapakah "Penduduk lokal" adalah sangat bias. Apakah pakai pendekatan Kartu Tanda Penduduk (KTP)? Suku tertentu? Agama tertentu? Atau strata ekonomi tertentu? Menurutku, sebutan "Lokal" dan "Pendatang" tidaklah perlu untuk jaman dimana pencampuran antar manusia melintasi batas ruang dan waktu. Yang perlu dibatasi dan ditegakkan adalah obyektifitas peraturan yang berlaku untuk siapapun dan kapanpun tetap konsisten.

Mari belajar dari hikmah "Hijrah" (merantau), dimana biasanya orang-orang yang berani merantau adalah mereka yang punya keberanian lebih dan daya tahan tinggi terhadap goncangan dari mana pun. Maka tidaklah heran apabila para perantau dimanapun, biasanya cenderung lebih mau berjuang dan cenderung lebih sukses dari penduduk lokal. Tapi ini kecenderungan, bukan kesimpulan 100%. Maknanya, orang yang dikelilingi oleh fasilitas keberadaan biasanya cenderung malas. Sementara orang yang dihinggapi ke-tiada-an akan cenderung meradang dan bertahan sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan hidupnya.

Jurnal lanjutan; Awas Sindrom Penduduk Lokal

NB; Ini bukan sebuah jurnal ilmiah, coretan singkat ini hanya sebagai pengantar Features yang entah kapan akan saya selesaikan.
Share this article :

Posting Komentar

Followers My Blog

 
Support : Creating Website | Fahruddin Fitriya SH | Kecoak Elektronik
Copyright © 2012. PENA FITRIYA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Vitrah Nusantara
Proudly powered by Blogger