Kalo kenyataannya sering
ketemu mahluk halus kayak gini,
itu konsekwensi bos...
|
Seorang kawan yang lebih senior pernah berujar padaku, “Kalau pengen kaya jangan jadi wartawan, jadi pengusaha aja ding,” ujarnya seraya meneggak secangkir kopi. Dari kalimat yang baru saja terucap dari mulut itulah otak ini kembali merenungi profesi kuli tinta, lalu kembali aku bertanya, jadi apa yang abang cari selama ini? Sergapku kala itu.
Sambil menikmati kue yang ia sajikan, abang yang sudah
puluhan tahun menjadi bagian bisnis media inipun menjelaskan maksud pernyataan
dan pertanyaanku tersebut. “Bayangkan saja, sebagian besar gaji wartawan
dibawah standar gaji PNS maupun gaji pegawai swasta. Namun profesi wartawan menjanjikan
sebuah kesenangan dan kebebasan,” katanya. Dan ternyata inilah salah satu
alasan kenapa ia memilih menjadi seorang jurnalis, yang kian hari semakin
menjamur di berbagai daerah.
Malam makin larut, amunisi dalam gelas mulai surut, tapi
tak berpengaruh dengan obrolan penuh candan yang saat itu memang sudah ku
rencanakan dari awal sembari menunggu siaran langsung salah satu perhelatan
bergengsi mengolah si kulit bundar di benua biru. Dari pengalaman sarat ilmu
sampai curhat perkawanan antar wartawan tertumpah di teras rumahnya.
Menurutnya profesi wartawan itu spesial, meskipun tidak
punya uang, seorang pemburu warta bisa terbang kemanapun. Jangankan untuk
keluar daerah atau keluar kota, keliling duniapun tidak mustahil. Dengan relasi
yang banyak serta kemudahan berbagai akses, posisi wartawan boleh dikatakan
orang terpenting di deretan papan atas kepemerintahan.
Bagi wartawan, bepergian tanpa membayar sepersenpun alias
gratis memang telah lumrah, karena orang yang berkepentingan selalu melayani
dan memperhatikan kesejahteraan wartawan yang diajaknya. Namun apakah semua
yang diinginkan wartawan ini bisa didapatkan secara gratis…?
Aku sering mendengar cerita dari orang lain, yang
mengatakan wartawan itu bisa bebas berkeliaran dimana-mana ibarat polisi. Saking
bebasnya, wartawan malah dibilang bisa mengurus sesuatu dengan gratis, seperti
pembuatan SIM, pembebasan segala pajak, serta luput dari hukum. Ini penilaian
yang keliru. (Emangnya negara ini punya
embahmu!!!).
Sampai di ajak foto
bareng,
itu juga konsekwensi. Ngiri...?
|
Wartawan juga manusia dan warga negara yang harus tunduk
pada aturan negara dan segala aturan di lingkungannya, yang tidak jauh berbeda
dengan masyarakat lainnya. Mungkin dalam akses pelayanan wartawan bisa
dipermudah pihak terkait karena profesinya, tapi bukan berarti bisa gratis.
Meskipun wartawan kenal dengan polisi, wartawan tetap
harus membayar ketika membuat selembar SIM sesuai prosedur yang ditetapkan.
Meskipun wartawan akrab dengan pimpinan PLN, wartawan tetap membayar tagihan
listrik sesuai pemakaian. Semuanya tidak serba gratis seperti yang dibayangkan
banyak orang. To be Continued . . .
Kasongan, 18/7 2012.
+ komentar + 2 komentar
Afwan, izin copas ya..
Sukron^^
yupz, makasih juga atas kunjungannya . . . Syukron wa jazaakallâh,
Posting Komentar