Negara Ini Punya Aturan, Pengen Kaya Jangan Jadi Wartawan

Kamis, 19 Juli 20122komentar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Kalo kenyataannya sering
ketemu mahluk halus kayak gini,

itu konsekwensi bos...

Seorang kawan yang lebih senior pernah berujar padaku, “Kalau pengen kaya jangan jadi wartawan, jadi pengusaha aja ding,” ujarnya seraya meneggak secangkir kopi. Dari kalimat yang baru saja terucap dari mulut itulah otak ini kembali merenungi profesi kuli tinta, lalu kembali aku bertanya, jadi apa yang abang cari selama ini? Sergapku kala itu.

Sambil menikmati kue yang ia sajikan, abang yang sudah puluhan tahun menjadi bagian bisnis media inipun menjelaskan maksud pernyataan dan pertanyaanku tersebut. “Bayangkan saja, sebagian besar gaji wartawan dibawah standar gaji PNS maupun gaji pegawai swasta. Namun profesi wartawan menjanjikan sebuah kesenangan dan kebebasan,” katanya. Dan ternyata inilah salah satu alasan kenapa ia memilih menjadi seorang jurnalis, yang kian hari semakin menjamur di berbagai daerah.

Malam makin larut, amunisi dalam gelas mulai surut, tapi tak berpengaruh dengan obrolan penuh candan yang saat itu memang sudah ku rencanakan dari awal sembari menunggu siaran langsung salah satu perhelatan bergengsi mengolah si kulit bundar di benua biru. Dari pengalaman sarat ilmu sampai curhat perkawanan antar wartawan tertumpah di teras rumahnya.

Menurutnya profesi wartawan itu spesial, meskipun tidak punya uang, seorang pemburu warta bisa terbang kemanapun. Jangankan untuk keluar daerah atau keluar kota, keliling duniapun tidak mustahil. Dengan relasi yang banyak serta kemudahan berbagai akses, posisi wartawan boleh dikatakan orang terpenting di deretan papan atas kepemerintahan.

Bagi wartawan, bepergian tanpa membayar sepersenpun alias gratis memang telah lumrah, karena orang yang berkepentingan selalu melayani dan memperhatikan kesejahteraan wartawan yang diajaknya. Namun apakah semua yang diinginkan wartawan ini bisa didapatkan secara gratis…?

Aku sering mendengar cerita dari orang lain, yang mengatakan wartawan itu bisa bebas berkeliaran dimana-mana ibarat polisi. Saking bebasnya, wartawan malah dibilang bisa mengurus sesuatu dengan gratis, seperti pembuatan SIM, pembebasan segala pajak, serta luput dari hukum. Ini penilaian yang keliru. (Emangnya negara ini punya embahmu!!!).

Sampai di ajak foto bareng,
itu juga konsekwensi. Ngiri...?
Wartawan juga manusia dan warga negara yang harus tunduk pada aturan negara dan segala aturan di lingkungannya, yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat lainnya. Mungkin dalam akses pelayanan wartawan bisa dipermudah pihak terkait karena profesinya, tapi bukan berarti bisa gratis.

Meskipun wartawan kenal dengan polisi, wartawan tetap harus membayar ketika membuat selembar SIM sesuai prosedur yang ditetapkan. Meskipun wartawan akrab dengan pimpinan PLN, wartawan tetap membayar tagihan listrik sesuai pemakaian. Semuanya tidak serba gratis seperti yang dibayangkan banyak orang. To be Continued . . .

Tulisan Terkait;
Jurnal I
Jurnal II
Jurnal III
Kasongan, 18/7 2012.
Share this article :

+ komentar + 2 komentar

27 Juli 2012 pukul 13.13

Afwan, izin copas ya..
Sukron^^

27 Juli 2012 pukul 17.00

yupz, makasih juga atas kunjungannya . . . Syukron wa jazaakallâh,

Posting Komentar

Followers My Blog

 
Support : Creating Website | Fahruddin Fitriya SH | Kecoak Elektronik
Copyright © 2012. PENA FITRIYA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Vitrah Nusantara
Proudly powered by Blogger