Warungnya ‘Pake’ Jablay

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Warung Jablay, di gerbang masuk Pal 19

Berbeda dengan yang ada di dalam komplek lokalisasinya, Pal 19 (Jalan Tjilik Riwut km 19, kasongan) yang jelas-jelas menjadi tempat transaksi syahwat bagi kaum adam berhidung belang, tempat baru di luar komplek yang makin hari makin marak ini memiliki daya tarik tersendiri.

Warga setempat menyebut tempat tongkrongan ini, warung jablay, sebuah fenomena yang di daerah lain dikenal dengan nama warung remang-remang. Sebuah warung sederhana yang menyediakan kopi dan sekedar jajanan ringan dengan dilayani oleh perempuan muda yang cenderung seksi.

Warung ini letaknya di luar komplek, tepatnya di sekitar portal masuk lokalisasi yang sudah berdiri sebelum Kabupaten ini ada. Warung-warung ini biasanya buka sore hari sampai subuh. Ada juga yang buka siang hari, namun tidak banyak dan kadang tidak dilayani oleh cewek yang dengan ikhlas menyebut dirinya jablay.

Harga jajanannya lumayan mahal. Segelas kopi rata-rata dikasih banderol 5 ribu perak. Mencoba mampir di warung jablay, kita harus siapkan uang pecahan. Karena mereka seringkali mengatakan tidak ada kembalian kalo kita kasih uang bernilai agak besar. Tentu saja ini hanya modus dengan harapan kita mengikhlaskan kembalian.

“Jangan percaya bos, ini alasan mereka saja biar kita memberikan kembalian atau menjajakan lagi kembalian kita,” ujar seorang kawan, Pardede.

Tentu saja ia lebih paham dengan situasi yang ada, selain sebagai warga setempat, dirinya mengaku salah satu pelanggan setia. Yang mengejutkan, pria berprofesi calo taksi Sampit-Palangkaraya itu sering ngebon di tempat yang akhir akhir ini ramai oleh para pelintas jalur trans Kalimantan via Katingan.

Dengan kondisi yang ada, serta jam kerja yang di luar kebiasaan warung kebanyakan, tentu saja tidak sedikit yang memandang miring terhadap kaum jablay ini, walaupun fungsi mereka sebenarnya adalah sebagai penarik pembeli sebagaimana SPG di mall. Meski demikian, Saya tak berani berburuk sangka mereka bisa dibooking sebagai mana layaknya PSK.

Warung jablay ini teramat sederhana dan tidak ada fasilitas kamar sebagaimana warung remang-remang di daerah pantura. Hal ini yang menguatkan prasangka baik bagi mereka, kecuali mereka melakukannya di dalam komplek. Tapi mengetahui begitu ketatnya aturan komplek, sepertinya ini bukan hal yang mudah.

Kondisi semacam ini hampir sama dengan yang terjadi di daerah Kandangan (kota kecil yang terletak di tepi sungai Amandit, 135 km dari kota Banjarmasin). Meski, tidak menutup kemungkinan ada satu dua orang yang bocor, tetapi transaksi seksualnya tidak bisa dilakukan disitu, harus dibawa keluar saat mereka lepas dinas, dengan syarat sudah akrab atau kenal dekat.

“Harus kenal dulu, baru dibawa keluar. Itupun harganya harus cocok,” terang Pardede.

Makin penasaran, saya sempatkan mengorek agak jauh kehidupan mereka. Dari mulut mereka, mengaku  untuk jam kerja semalam suntuk, rata-rata mendapat bayaran Rp.200 ribu sampai Rp.300 ribu perbulan dari pemilik warung. Pendapatan tambahan mereka adalah kembalian yang tidak diambil, semacam tips atas layanan ngobrol selama ngopi.

“Yang besar itu dari pendapatan luar, ya.. semacam tips lah,” ucap perempuan yang mengaku bernama Yanti.

Cantik-cantikkah mereka..? Jujur saya katakan hanya satu dua yang masuk kategori sedap dipandang. Dengan pendapatan minim, sementara tiap malam harus melek sepertinya sulit bagi mereka bisa menjaga penampilan tetap ayu alami tanpa menor. Genit  dan sok akrab itu rata-rata yang mungkin sudah jadi trade mark, karena tugasnya memang menahan pelanggan agar nongkrong selama mungkin.

Apapun itu, mereka cukup berjasa bagi para pelintas malam yang melalui Kabupaten berjuluk Penyang Hinje Simpei ini, saat kantuk mulai menyerang, sementara perjalanan masih jauh. Harga jajanan yang relatif mahal bukan masalah karena mereka memberikan satu nilai tambah yang tak bakal didapatkan saat kita masuk rumah makan, yakni komunikasi sosial.

Bagi siapapun, tidak semestinya kita menganggap negatif orang lain yang sedang mengais rejeki secara halal, hanya karena penampilan genit dan bekerja di keremangan malam. Bagaimanapun juga memilih cara mempertahankan hidup itu tak cukup hanya modal niat tanpa ada kesempatan, Waspadalah... waspadalah... hehe…

KASONGAN, 13/9 2013