Oleh;
Fahruddin Fitriya
Pelantikan BEM UNNES 2008-2009 |
Monster Seperti Apa ‘sih’
Ormawa itu?
Membicarakan
miniatur Negara bernama kampus dan organisasi, sebetulnya adalah dua hal yang
tak bisa dipisahkan. Ibarat dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Artinya,
kedua sisi ini akan tidak bernilai jika terpisah satu sama lain.
Berbeda
dengan organisasi sekolah seperti, OSIS, PMR dan berbagai aktivitas organisasi
lain. Organisasi Kampus atau organisasi kemahasiswaan yang selanjutnya kita
sebut ‘ormawa’, jauh lebih dinamis dibanding organisasi di sekolah yang pernah
kawan-kawan mahasiswa baru (maba) ikuti.
Ormawa
pun banyak pilihan, meski secara garis besar dibagi menjadi dua jenis yakni,
organisasi intra kampus (BEM, Senat/DPM, HIMA/HIMPRO/HMJ, UKM dll) yang
berlimpah, siap mengakomodir kepentingan mahasiswa. Semantara, organisasi
ekstra kampus (HMI, PMII, KAMMI, PMKRI, GMKI, GMNI dll) tak kurang jumlahnya. Tinggal
suka yang bagaimana. Mau aktif di intra dan ekstra juga tak masalah.
Dengan
banyaknya prototipe organisasi mahasiswa tersebut, sebetulnya bisa dibedakan
mahasiswa yang aktivis atau organisatoris. Aktivis mengandung citra mahasiswa
yang sering demo, terlibat dalam intrik politik kampus maupun luar kampus.
Mereka ini jumlahnya lebih sedikit.
Sementara
mahasiswa yang organisatoris adalah mahasiswa yang aktif di organisasi tanpa ‘pretensi’
demontrasi dan politik. Mereka kebanyakan aktif di UKM (Unit Kegiatan
Mahasiswa) yang memang konsentrasi di pengembangan bakat mahasiswa.
Meski
demikian, pemaknaan dan pencitraan keduanya lebih menekankan kepada aktivitas
dan persepsi semata. Bahkan, penilaian atau cap yang disematkan ini sempat
mengundang pandangangan miring yang secara ‘nyinyir’
menjadi mahasiswa organisatoris adalah latihan menjadi EO (Event Organizer)
yang berlatih membuat acara dan mencari sponsor ‘mafia proposal’.
Dari
gambaran singkat diatas, tentunya bisa penulis pastikan, jika kawan-kawan maba akan
sangat merugi kalau hanya menjadi mahasiwa yang hanya ‘sekadar mahasiswa’, yang kuliah, bikin tugas, jalan-jalan, lantas
pulang ke kos/rumah. Ini karena, Mahasiswa telanjur di ‘stereotipkan’ sebagai
agent social of change (agen perubahan sosial) yang tampil di garda depan dalam
perubahan masyarakat.
Mahasiswa Jadi Agen
Perubahan, Benarkah?
Aktivis juga tak selalu memberontak |
Pertanyaan
tersebut akhirnya muncul, ketika melihat kawan-kawan mahasiswa saat ini. Mahasiswa
yang sebelumnya sering disebut sebagai agen perubahan, telah menjelma menjadi
agen yang dirubah. Kenapa ini bisa terjadi di Kalimantan, ‘zoom’ lagi
Kalimantan Tengah, dan lebih detail Palangkaraya.
Meski
ada sejumlah mahasiswa yang tetap melakonkan perannya, tetapi itu dapat kita
hitung jumlahnya. Kenapa hal demikian ini terjadi? Tentunya tak lepas dari
paradigma negatif yang dikonotasikan kepada para aktivis mahasiswa (termasuk
organisatoris) selanjutnya, keduanya kita sebut aktivis.
Parahnya,
ini dilakukan oleh sejumlah dosen dan pejabat kampus (maaf bagi yang tidak
termasuk). Aktivis mahasiswa dianggap sebagai nyamuk diantara kerumunan, menjadi
aktivis mahasiswa hanya akan menghambat prestasi (Orientasi
nilai) dan merupakan pemberontak yang tak tau budi.
Padahal, kenyataannya yang terjadi
adalah sebaliknya. Mahasiswa yang menjadi aktivis adalah mahasiswa yang paling
banyak menciptakan perubahan dan mendapatkan kesuksesan. Beberapa waktu lalu, Dalam
Program Talk Show off air "Mata Najwa" menghadirkan Ketua PMI Pusat,
Jusuf Kalla, Ketua MK, Mahfud MD, Menteri BUMN, Dahlan Iskan, dan Ketua KPK,
Abraham Samad. Mereka dengan ‘gamblang’ menyatakan bahwa dulunya adalah aktivis
mahasiswa, sebelum menjadi seperti sekarang.
Kenapa
Minat Mahasiswa Dalam Berorganisasi Minim?
Meski dampak positif dalam berorganisasi
begitu besar, kenapa minat kawan-kawan mahasiswa saat ini kian kendur. Tentunya
ini merupakan sebuah dilema tersendiri bagi mahasiswa masa kini. Dari
pengalaman penulis, ternyata ada beberapa faktor penyebabnya, diantaranya;
1. Semakin
benyaknya pilihan untuk mengisi waktu luang
Sebenarnya jam kuliah mahasiswa dulu dengan
sekarang adalah sama maksimal 24 sks tapi mengapa disela-sela waktu luang minat
organisasi mahasiswa tetaplah kurang adalah karena banyaknya kegiatan pilihan
mahasiswa yang kurang berorientasi kepada sebuah kemahasiswaan, pada idealisnya
seorang mahasiswa. Mudahnya akses teknologi dan informatika lewat internet
membuat mahasiswa betah berjam-jam berada di internet, entah sekedar chatting,
download game atau bahkan akses situs-situs porno. Yang pasti kurang
berorientasi pada masa depan.
2. Adanya
tarif telpon dan sms murah
Anak muda (mahasiswa) sekarang, tidak sedikit
yang rela menghabiskan waktunya untuk mengobrol lewat HP hingga berjam-jam,
ditambah lagi budaya sms yang semakin jauh dari positifnya. Belum lagi
penggunaan ponsel cerdas (smart phone) yang tidak bertanggungjawab, melalui
jejaring sosial atau bbm misalnya. Mengundang, berkenalan, menyurat elektronik
membuat semakin minimnya sosialisasi mahasiswa yang akhirnya menimbulkan sifat
sering malu, kurang percaya diri dsb.
3. Hiburan
yang berlebihan
Misalnya konser-konser yang terlalu sering
diselenggarakan juga merupakan hambatan minat mahasiswa untuk berorganisasi. Mahasiswa
cenderung lebih antusias, Hanya dengan dari informasi poster penontonnya
membludak. Tapi bagaimana dengan forum-forum dan kajian-kajian? Meskipun lewat
undangan tiap personal, bahkan hingga face to face. Tetapi, ketika acara
dimulai yang datang bisa dihitung, bahkan acaranya pasti (sering) terlambat.
4. Bacaan
yang tidak mendidik
Mengisi waktu luang dengan membaca, bahkan
sangat positif, sepanjang itu membangun. Namun membaca komik atau novel korea
(misalnya) secara berlebihan bukanlah sikap mahasiswa yang bertanggungjawab,
karena tidak sedikit mahasiswa berambisi segera menghabiskan utuh per novel
maka berapa lama waktu yang telah terbuang sia-sia. Bahkan hingga
berjam-berjam. Inilah yang membuat kawan-kawan mahasiswa malas berpikir keras
untuk kegiatan yang lebih berorientasi kepada gerakan, bahkan ketika kuliah
maka lebih cenderung berambisi menghabisi bacaan novel tersebut ketimbang
mengambil pelajaran dari dosen.
Beberapa contoh diatas adalah contoh kecil
penghambat aktivitas organisasi, karena dari ke empat hal tersebut kita cukup
sulit membedakan mana yang manfaat dan mudharat. Dari internet kita juga bisa
menambah banyak wawasan. Dari HP juga sangat penting untuk mempermudah wawasan
dan komunikasi. Dari konser mungkin juga cukup bisa me-refreshing-kan pikiran.
Dari membaca kita juga punya banyak inspirasi. Tapi yang lebih penting adalah
bagaimana seorang mahasiswa mampu membedakan dan membagi yang tepat untuk
mengisi waktunya.
Yang perlu menjadi perhatian adalah, sadar
diri, sadar posisi, selalu mawas dan bertindak secara bertanggungjawab, minimal
sebagai manusia dan mahasiswa. Selalu bergerak lebih dinamis, Selalu mencari
apa kekuranagn kita dan melawan kekurangan itu semaksimal mungkin. Terakhir, ‘Jer basuki mawa beya’ (Jawa; keberhasilan
seseorang diperoleh dengan pengorbanan).
Selamat berkarya… Semangat!!!
Palangkaraya,
12/9 2013
Disampaikan pada acara bertajuk “Menjadikan
Calon Guru Yang Berkepribadian, Memiliki Etika dan Moral Dalam Mencetak
Generasi Pembaharu Bangsa Melalui Pengembangan Diri, Komunikasi dan Kerja Sama”.
Posting Komentar