Beberapa waktu lalu ketika
bertolak dari Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel) menuju Tamiang Layang,
Barito Timur (Bartim) Kalimantan tengah (Kalteng) ada yang menarik perhatian
saya, Setengah perjalanan dari Banjarmasin-Tamiang Layang banyak berjejer
warung sederhana yang sebagian besar di huni para kaum hawa, persoalan cantik
atau tidak itu relatif apalagi kondisi malam hari dengan wajah berbalut make up
tebal, sehingga menyulitkan saya melihat wujud aslinya.
Dulu saya pernah mendengar dari
salah satu teman jika dodol dan ketupat kandangan adalah jajanan khas tempat
tersebut, dari situlah terbersit niat untuk mencicipinya, sesaat menjumpai
kondisi yang ada saya sempat berfikiran negatif dengan keberadaan perempuan-perempuan
ber-make tebal karena ternyata mereka bukanlah pelayan penyaji makanan dan
minuman apalagi teman seperjalanan menjelaskan jika warung-warung tersebut
adalah warung jablay, lengkap sudah pemikiran negatif yang ada di otak saya
saat itu.
Kebetulan saya melintasi jalur
tersebut malam hari, selain penasaran dengan dodol dan ketupat kandangan kami beristirahat
sambil minum kopi, sekedar menghilangkan kantuk, dari sinilah tampak sisi yang
berbeda dari para perempuan malam ala kandangan, dari sejauh pandangan saya mereka lebih
berfungsi sebagai pajangan dan penarik konsumen supaya para pelintas mampir ke
warung tersebut sekedar teman ngobrol.
Sejauh ini saya belum pernah
melihat mereka dibawa pergi yang dapat diasumsikan terjadi praktek transaksi
seksual diantara mereka, jika melihat kondisi warung sangat tidak memungkinkan
untuk melakukan perbuatan mesum, mereka hanya mengobrol dengan tamu atau
sekedar rebahan di bangku warung, kalaupun ada yang memberikan tips paling
banter siasa uang kembalian yang jumlahnya tak seberapa besar.
Saat berbincang dengan temanku
seperjalanan yang kebetulan sering melintasi di tempat tersebut, dia
menjelaskan jika mereka bukan perempuan yang bisa dengan mudah dibooking
seyalayaknya perempuan yang ada di lokalisasi macam Sunan Kuning (lokalisasi
wanita tuna susila di Semarang, red) namun tidak menutup kemungkinan ada satu
dua orang yang bocor, tetapi transaksi seksualnya tidak bisa dilakukan disitu,
harus dibawa keluar saat mereka lepas dinas, dengan syarat sudah akrab atau
kenal dekat.
Karena masih penasaran alangkah
baiknya jika saya tanyakan langsung saja pada yang bersangkutan, terungkaplah
dari bibir mereka bahwasanya mereka dibayar perbulan sebesar Rp400 ribu oleh
pemilik warung dengan jam dinas mulai sore hari sampai menjelang pagi,
fungsinya sebagai penarik pengunjung sehingga mereka harus berdandan menor dan
berpakaian rada seksi, meskipun terlihat muda, make up mereka tidak sepenuhnya
mampu menutup garis-garis kekuyuan di sekitar mata karena bagadang tiap malam,
pantas saja harga minuman dan jajanan di situ lumayan jauh diatas harga normal,
karena memang ada biaya ekstra untuk para penglaris dagangannya.
Menurut saya, apapun itu dan terlepas dari bocor
tidaknya mereka, terus terang saya salut dengan perjuangannya mencari rejeki, hanya saja saya berharap mereka tidak
selamanya duduk disitu dengan segala pandangan kelam atas profesi yang
dijalaninya, semoga kehidupan di sepanjang jalan Kandangan bisa segera jadi
kenangan serta tidak perlu terlalu lama bergandeng tangan dengan gelapnya malam
dengan penuh kekuyuan dan jeratan meke up tebal,…Good Night, Kandangan women.
Posting Komentar