Tabrak Anjing/Babi Denda Minimal 3 Juta

Rabu, 04 Januari 20120 komentar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Di tanah Gumi Jari Janang Kalalawah (Bahasa Maanyan: Menjadi Jaya Selamanya) atau lebih kita kenal Kabupaten Barito Timur (Bartim), di sini anjing dan babi merupakan hewan peliharaan yang umum sebagaimana saya di Jawa memelihara ayam. Jadi tidak perlu heran jika banyak anjing jalan-jalan santai di halaman rumah atau jalanan umum. Di sini menabrak anjing atau babi merupakan musibah bagi pengendara, pasalnya sang pengendara bisa dikenakan denda antara 3 juta sampai 5 juta, tergantung nego. Jika kebetulan melalui jalanan yang licin, tentu saja susah mengerem atau banting stir mendadak untuk menghindari anjing yang sedang pacaran di jalan, terbayang dalam benak saya.

Hal ini mungkin menjadi sesuatu yang aneh bagi sebagian orang, tapi itulah hukum adat di sebagian besar wilayah Kabupaten timur dimana mayoritas wilayahnya dihuni oleh suku Dayak Maanyan. Sampai-sampai ada salah satu asosiasi tambang mengusulkan ke Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah (DPRD) Bartim agar dibuatkan Perda (Peraturan Daerah) yang mengatur tentang denda nabrak binatang ini. Takutnya ada yang berpikiran cemerlang, daripada susah cari kerja lebih baik ternak babi atau anjing saja di sepanjang jalan, sebulan dapat 5 ekor ketabrak pengendara sudah lebih dari cukup untuk hidup layak.

Setelah saya lakukan penelusuran dengan salah seorang pemerhati budaya dan adat suku maanyan, Makur namanya, beliau ini juga pembina sanggar Betang Mandala Wisata (BMW) menjelaskan, secara hitoris adat denda semacam itu tidak pernah ada, baik dalam budaya Maanyan maupun agama Kaharingan. Yang ada itu adat Pemalasan, dimana tradisi ini digunakan masyarakat adat sebagai upaya tolak bala pada saat ada kejadian tertentu, seperti orang meninggal tidak wajar, wabah penyakit dan sebagainya. Adat pemalasan ini dilakukan dengan mengorbankan 2 ekor kerbau dengan cara ditusuk-tusuk menggunakan tombak oleh tokoh adat untuk kemudian kepalanya dikuburkan di tempat kejadian, misalnya, ada orang yang meninggal kecelakaan di perempatan jalan, maka kepala kerbau ditanam di dekat perempatan tersebut.

Adat pemalasan juga digunakan untuk menebus janji yang tidak bisa ditepati, misalnya ketika perusahaan menjanjikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bisa dioperasionalkan pertengahan November kemarin, tapi kenyataannya meleset, jadi perusahaan harus kena denda untuk membiayai upacara adat pemalasan ini. Adat yang sama juga dilakukan ketika ada karyawan kesurupan. Sempat terlintas dalam otak saya, seandainya budaya adat suku Dayak Maanyan ini diterapkan secara nasional, pasti akan ada banyak politisi kena denda karena sering melupakan janjinya waktu kampanye dulu.

Banyak pemerhati budaya adat Dayak Maanyan menyayangkan tentang beberapa pelencengan dalam penyelenggaraan adat pemalasan, misalnya, acara judi. Dalam keyakinan kaharingan, judi yang dilakukan merupakan ritual, tapi pada kenyataannya malah menjadi bisnis berkedok adat. Seharusnya judi hanya boleh diikuti oleh orang kaharingan, sekarang orang dari manapun ramai-ramai datang untuk bertaruh atau menyabung ayam tanpa takut digerebek polisi.

Saya pribadi sangat menghormati adat istiadat di sini, bagaimanapun juga itu merupakan kearifan lokal masyarakat adat Maanyan. Bagi seorang pendatang seperti saya hanya bisa mengambil positifnya saja dimana bisa berganti menu makan, yang biasanya makan indomie tanpa telor (tente) kali ini makan rendang kerbau. Yang jelas sampai saat ini saya masih menyakini pribahasa lama “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.”

Share this article :

Posting Komentar

Followers My Blog

 
Support : Creating Website | Fahruddin Fitriya SH | Kecoak Elektronik
Copyright © 2012. PENA FITRIYA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Vitrah Nusantara
Proudly powered by Blogger