Hujatan mengenai pelayanan
kelistrikan di tanah Gumi Jari Janang kalalawah (Bahasa Maanyan; Menjadi Jaya
Selamanya) yang secara nasional dikenal dengan nama Kabupaten Barito Timur
(Bartim) tidak akan pernah basi, pasalnya carut marutnya pelayanan kelistrikan
disini sudah terjadi sejak zaman bahula.
Disatu sisi, masyarakat Bartim
memimpikan pelayanan listrik yang layak, tetapi oleh pengelola, Perusahaan
Listrik Negara (PLN) yang sering dipelintir oleh sebagian besar masyarakat
menjadi “Perusahaan Lilin Negara” seperti jauh api dari panggang, pemadaman
kerap terjadi, arus listrik tidak stabil sehingga sering berakibat kerusakan
pada alat-alat elektronik, bahkan listrik padam sangat identik dengan kabupaten
Bartim.
Selain itu masyarakat disini
sudah teramat muak dengan berbagai alasan yang dirilis oleh pihak pengelola yang
beralasan kesalahan teknis dan semacamnya, misalnya jika memasuki musim
penghujan PLN beralasan saluran/instalasi tertimpa pohon sehingga pihak PLN
terpaksa memadamkan listrik disekitar area, dilain musim seperti kemarau mereka
beralasan jika air pendingin mesin kering dan masih banyak lagi kesalahan-kesalahan
teknik seperti meledaknya trafo dan semacamya.
Sebelumnya saya minta maaf kepada para pemuja Dahlan Iskan, ketika beliau masih menjabat sebagai CEO PLN pernah mengeluarkan rilis yang menyebutkan Lombok Timur adalah pemecah rekor gangguan jaringan terbanyak seluruh Indonesia, dengan rekor gangguan 71 kali selama sebulan dengan rata-rata listrik padam 2 kali sehari, beliau menambahkan, tidak ada yang gangguan jaringannya separah Lombok Timur, saya tegaskan itu salah besar, karena kenyataannya kabupaten Bartim lebih parah dari yang di alami Lombok Timur, disini listrik padam bisa 3-4 kali sehari dengan alibi gangguan jaringan, hitung saja berapa kali setiap bulannya.
Sebelumnya saya minta maaf kepada para pemuja Dahlan Iskan, ketika beliau masih menjabat sebagai CEO PLN pernah mengeluarkan rilis yang menyebutkan Lombok Timur adalah pemecah rekor gangguan jaringan terbanyak seluruh Indonesia, dengan rekor gangguan 71 kali selama sebulan dengan rata-rata listrik padam 2 kali sehari, beliau menambahkan, tidak ada yang gangguan jaringannya separah Lombok Timur, saya tegaskan itu salah besar, karena kenyataannya kabupaten Bartim lebih parah dari yang di alami Lombok Timur, disini listrik padam bisa 3-4 kali sehari dengan alibi gangguan jaringan, hitung saja berapa kali setiap bulannya.
Alasan-alasan ini sudah sering
dibantah oleh sebagian masyarakat, menurut mereka seharusnya PLN
memperhitungkan itu semua, PLN seharusnya mampu mengukur kemampuan kekuatan jaringan
yang dimilikinya, di samping itu, PLN juga harus pasti menghitung berapa
kebutuhan kelistrikan di wilayahnya, “Bukannya petugas PLN itu banyak yang
diambil dari ahli-ahli teknik, bagaimana mungkin kesalahan kesalahan tersebut
belum diperhitungkan sebelumnya,” ungkap salah satu warga Tamiang Layang.
Jika dipikir dengan nalar sehat
bantahan tersebut memang masuk akal, kalau kejadian padam listrik itu sekali
dua kali saja dalam sebulan masih bisa di tolerir, tetapi yang terjadi disini
hampir setiap hari lampu padam dengan durasi berjam-jam. Selain itu alasan
menurunnya voltase juga belum dapat dijelaskan oleh pihak PLN, padahal ketidak
stabilan inilah yang kerap kali menyebabkan rusaknya peralatan elektronik.
Yang paling memprihatinkan adalah
kondisi para pelajar disini, seringnya pemadaman di jam-jam belajar sangat
mengganggu kegiatan belajar mereka, tidak jarang mereka belajar menggunakan
penerangan seadanya, “Jika menggunakan lampu seadanya, kami kesulitan belajar,
seperti membaca dan menulis karena tidak
tampak jelas,” ungkap salah satu siswa yang mengalami kesulitan saat
belajar, dan masih banyak lagi siswa-siswi di wilayah Bartim yang bernasib sama
Dipihak lain, para pedagangpun
merasa dirugikan dengan kejadian tersebut karena dengan padamnya listrik mereka
sering kali menutup warung/tempat usahanya sebelum waktunya, “Kalau setiap hari
kami harus menebus solar atau bensin untuk menghidupkan genset jelas kami akan
merugi, selain itu harga genset untuk keperluan tempat usaha kan tak murah,” keluh salah satu pedagang di
bilangan Nansarunai Tamiang Layang.
Beberapa waktu lalu masyarakat
pernah mendapat angin surga karena adanya rencana pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) di desa Jaweten, kecamatan Dusun Timur oleh salah
satu Perusahaan Besar Swasta (PBS) yang bergerak dibidang pertambangan,
kemungkinan besar ini sebagai wujud balas budi kepada masyarakat lokal karena
selama ini perusahaan tersebut sudah menguras ribuan atau bahkan jutaan ton
metrik batubara dengan keuntungan yang tidak memungkinkan terhitung dengan
kalkulator yang saya miliki.
Namun hembusan angin surga
tersebut sedikit demi sedikit memudar, pasalnya janji dapat mengoperasikan PLTU
pada angka keramat, 11-11-11-11-11 (Tanggal 11 November tahun 2011 pukul 11.11,
red) gagal total. Bahkan sampai saat ini proyek tersebut masih berlangsung
tanpa kepastian, memang mereka sempat menjajikan kembali kepada masyarakat mei
mendatang dapat beroperasi, tetapi karena terlanjur kecewa masyarakatpun mulai
jengah dengan janji tersebut, yang lebih menyedihkan sebelum adanya kabar yang
beredar ke masyarakat beberapa politisi telah mempolitisir proyek tersebut,
“Nanti jika kami terpilih, akan kami bangunkan PLTU,” ungkap salah satu warga
bartim menirukan celoteh sang politisi.
Dari pihak pribadi, saya sebagai
kuli tinta merasa disulitkan dengan kondisi semacam ini, bagaimana tidak,
setiap harinya saya dituntut untuk mengirim lima sampai enam berita ke redaksi,
baru ngetik 3 berita tahu-tahunya listrik padam, mencoba menghidupkan komputer
dengan genset tegangan tidak lebih baik dari listrik yang dialirkan oleh PLN,
otomatis tuh komputer restart sendiri dan sudah dapat dipastikan komputer tidak
akan bertahan lama, jika diistilahkan, kami disini seperti jatuh, ketimpa tiang
listrik pula.
Posting Komentar