Minat penelitian mahasiswa
di Kalimantan masih rendah
Mau
tak mau, diakui maupun tidak dan meski pernyataanku kali ini akan membuat
telinga beberapa kalangan panas, namun ini harus ku katakan bahwa secara garis
besar minat penelitian mahasiswa di Kalimantan Tengah masih minim. Paling
tidak, hal senada juga diungkapkan salah seorang kawan aktivis dari Orangutan
Foundation United Kingdom (OFUK).
Dalam
salah satu program yang pernah diadakan NGO negri ratu Elisabeth, dimana saat
itu mereka menawarkan beasiswa dalam sebuah paket penelitian bagi mahasiswa
lokal (Kalimantan), alhasil peluang ini sepi peminat. Ironis lagi, hingga batas
akhir penutupan tak ada satupun mahasiswa yang mendaftar. "Padahal, saat
itu beasiswa penelitian diprioritaskan bagi tiga mahasiswa lokal Kalteng,"
ungkap Manager Stasiun Penelitian Pondok Ambung OFUK, Arif Nugroho.
Akhirnya,
peluang emas bagi mahasiswa lokal ini semuanya ditangkap oleh para Mahasiswa
dari luar daerah, dan beruntung saat itu proposalku tembus. Selain diriku yang
berasal dari Universitas Negeri Semarang (UNNES) ada dua lagi mahasiswa asal
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Bahkan, ketika kami kembali menawarkan sharing kepada mereka (mahasiswa lokal),
tak satupun mahasiswa Kalimantan tertarik. "Sungguh memperihatinkan
komunitas pendidikan tinggi di sini," anggapku saat itu.
Dalam
sebuah kesempatan aku berbincang kembali dengan Arif, “Kenapa mahasiswa lokal
diprioritaskan?” Tanyaku. Setelah
menenggak secangkir kopi, Arif menjelaskan, hal ini karena objek penelitiannya
berkaitan dengan aksi Badan Koordinasi Pengelolaan Cagar Biosfer Tanjung
Puting. OFUK bersama Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) berkomitmen mendorong
berkembangnya penelitian dan keilmuan di Indonesia. Salah satunya melalui
program beasiswa penelitian.
Tentu
saja hal yang demikian ini menimbulkan banyak argumen, mengapa mahasiswa lokal
tak menangkap peluang itu? Salah satu kawan dari Jakarta, Si Vicky
mengatakan, boleh jadi tradisi
penelitian mereka belum berkembang baik. Tentu saja ini merupakan argumen aman,
untuk mengatakan, tak berkembang. Bukan belum berkembang.
Soalnya,
dari data yang ku peroleh, ternyata siswa (bukan mahasiswa perguruan tinggi) di
wilayah ini sebenarnya sudah akrab dengan dunia penelitian. Yang terbaru, event
internasional Asia Pacific Conference of Young Scientists (APCYS) 2012 yang diikuti
12 negara, di Palangkaraya, awal September lalu, menggembirakan. Andre Pratama,
Siswa SMAN 1 Sampit meraih nilai tertinggi dibidang environmental science.
Dengan
penelitiannya “Liquid smoke as a rubber coagulant agent” mengupas cara
menghilangkan bau dari hasil produksi karet dengan memanfaatkan limbah
tempurung kelapa sawit. Dan tentu saja hal-hal revoluseoner serupa yang
diharapkan juga di pendidikan tinggi saat ini.
Karena
tantangan OFUK dan TNTP tak ditangkap mahasiswa lokal ini patut disayangkan. Pasalnya,
tema penelitiannya dekat dengan problematika lingkungan di Kalteng; Tanjung
Puting.
Itu
artinya, isu Tanjung Puting sebagai taman nasional sekaligus cagar biosfer
menarik perhatian kalangan internasional. Mestinya, penelitian bagi
perkembangan ilmu pengetahuan untuk kelestarian Tanjung Puting dan status cagar
biosfer, tak dilewatkan mahasiswa Kalimantan begitu saja.
Posting Komentar