Kondom

Senin, 27 Februari 20120 komentar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Ini bukanlah sebuah penelitian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan didepan dewan penguji, jika keadaan yang ada berbeda dengan yang anda alami sepenuhnya ditanggung penumpang. Awalnya aku terinspirasi dengan hiasan (Gantungan kondom) yang hanya dijual bebas di china dengan harga berkisar antara 5 – 20 yuan (Rp 6.800 – Rp 27.200) iseng-iseng aku bertanya kepada beberapa koresponden dengan metode random (Korespodene konco-koncoku dewe, random kuwi acak ndul). Pertanyannya “Apa yang terpikirkan ketika tanpa sengaja melihat kondom bersarang di dompet?” Karena disini keadaan semacam ini paling umum dijumpai, karena belum pernah aku jumpai kondom dijadikan gantungan/hiasan.

Berbagai macam jawaban aku dapat, namun sebagian besar bernada negative dengan peringkat tertinggi dengan jawaban Ngejablay dan Selingkuh. Ada juga yang menjawab belum cukup umur sambil cengar cengir mupeng. Hanya sebagian kecil yang bernada positif yakni sebagai alat kontrasepsi pengatur kelahiran. Tetapi yang menjawab positif inipun buntutnya miring-miring juga. Katanya demi kesehatan dan sayang istri. Tapi setelah dipertanyakan maksudnya lebih jauh, ternyata definisi sayang itu adalah. "Emang gua udah gila apa jajan ngga pake sarung. Kalo sampe kena penyakit, kasihan istri yang ngga tau apa-apa..." Gubrakkk…

Selain itu apakah pernah terbayang oleh kita saat nongkrong malem-malem di warung, terus dari balik ruangan terdengar suara cowok nanya, "berapa..?" Lalu dijawab dengan suara lembut cewek, "300 ribu aja deh, mas. Dijamin ngga mengecewakan. Mau pake kondom ngga..? Gratis deh buat bonus..." Apa yang terlintas dalam benak kita ketika mendengar kata kondom bila kita tak memeriksa ke ruangan sebelah yang ternyata konter hape..? Hahaha…

Aku rasa pemikiran negatif itu bukan cuma milik mereka yang memang gemar bertualang saja. Tanpa ada maksud untuk menjustifikasi, aku yakin orang baik-baik pun mikirnya senada bahwa kondom itu bukan hanya untuk mencegah penyakit menular seksual. Pantes saja kalau aku pulang liburan ke Jawa tepatnya ke Sekaran atau Jolotundo yang notabenenya kompleks pelajar dan mampir ke mini market bersama teman kuliah dan itupun statusnya sudah menikah, mbak-mbak kasirnya suka mesam-mesem. Bisa jadi si mbak menganggap hidung kita belang gara-gara melihat belanjaan. Tapi Egepe dah. Asal jangan trus nawarin kamar pas buat nyobain sebelum dibayar. Emang beli baju..?

Ketika aku bertanya pada seorang kawan tarkait kondom tersebut, Ia menjelaskan jika kondom hanyalah alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dan mengatur jarak keahiran. Fungsi lain yakni kesehatan tak pernah Ia pikirkan karena yakin dirinya dan isterinya tidak ada masalah disitu. Lebih jauh lagi, kondom merupakan salah satu cara bagi suami untuk ikut bertanggungjawab terhadap keluarga. Dimana umumnya di Indonesia Raya, masalah KB sering dianggap sebagai urusan ibu-ibu.

Senada dengan penjelasan seorang teman, bagiku jika masih ada yang berpikiran jika KB ini hanya tanggung jawab ibu-ibu aku rasa ada unsur ketidakadilan yang terjadi sampai saat ini, dimana bapak-bapak hanya maunya numpak dan enaknya saja. Padahal Tuhan menciptakan seks untuk manusia agar ada dua unsur berlainan jenis bisa bersatu dalam kebersamaan. Tidak bisa disebut kebersamaan bila kejadiannya "Enak di lu ngga enak di gue." Yang ada salah satu pihak merasa terjajah dan payahnya yang paling sering dijadikan korban adalah istri. Banyak suami-suami yang merasa bahwa tugasnya hanya kerja cari duit semampunya. Selanjutnya urus rumah, anak, cari penghasilan tambahan dan lain-lain termasuk urusan KB jadi beban istri. Padahal kenyataan di sekitar kita, cukup banyak acara naik-naik ke puncak gunung yang istri hanya tau lagunya doang tanpa pernah sampai kesana.

Minimnya metode KB untuk laki-laki bukan alasan untuk lepas tanggung jawab tak mau berbagi tugas. Disini aku lihat banyak contoh ketidakkonsistenan laki-laki sebagau suami. Seks dalam rumah tangga yang secara teori disebut nafkah batin, kenyataannya lebih cenderung dipraktekan sebagai pelayanan istri semata.

Penolakan banyak suami terhadap kondom sebagai alat kontrasepsi umumnya pake alasan ribet. Mood yang sudah tegangan tinggi tinggal tarik pedal gas, harus ditahan sejenak untuk pake helm. Kalo KB untuk istri ngga bakalan seperti itu. Pil KB yang harus tiap hari ngga perlu diminum sesaat sebelum tinggal landas. Suntik bisa 3 bulan sekali. Atau yang bisa tahunan seperti implan atau IUD. Sepintas memang praktis. Tapi suami juga perlu ingat keluhan sebagian besar pengguna kontrasepsi hormonal yang punya efek samping kegemukan dan haid tidak teratur atau sampai lama baru mampet. Nanti melihat body istrinya membengkak atau palang merahnya kelamaan, trus dijadikan alasan untuk tengok kanan kiri. Ngga adil kan..?

Alasan lainnya katanya tidak nyaman. Walau super tipis, kondom memang mengurangi sensitifitas syaraf terhadap rangsangan. Alasan ini tidak bisa diterima begitu saja bila melihat kenyataan banyak laki-laki yang menggunakan obat semprot atau oles agar tahan lama dan disebut lelaki perkasa. Obat semacam ini cara kerjanya sama dengan obat bius yang membuat syaraf kulit menjadi mati rasa secara temporer. Separah-parahnya kondom tidak sampai ke level mati rasa. Secara teknis, menggunakan kondom lebih bisa menikmati aktifitasnya dibanding menggunakan obat. Dikaitkan dengan kepekaan syaraf dan efeknya pada daya tahan, walau tak sehebat obat-obatan, kondom juga bisa memperpanjang masa aktif ibadah indah itu.

Ada lagi yang takut istri tidak nyaman. Aku yakin engga deh. Yang aku dengar, keluhan istri umumnya bukan dalam hal dibungkus atau tidak. Tapi pada suami yang keburu layu sebelum istri berkembang. Bila pake kondom bisa menambah durasi tayang, apa alasannya istri menolak. Apalagi sekarang ada kondom tipe dotted yang permukaannya dikasih benjolan-benjolan kecil. Yang oleh beberapa isteri cuma dikasih komentar satu kata saja. "Mancaaap..." (cerita temanku saat berkisah padaku, negative thingking…NO!!!).

Tak perlulah berpikir rumit sampai sebegitunya. Intinya kalo memang ingin disebut suami idaman yang sayang istri, apa salahnya ikut bertanggungjawab untuk tidak membebankan soal sederhana itu ke istri. Ngga perlu termakan omongan orang yang ngga jelas. Nyobain aja belum sudah teriak ngga enak. Kalo awalnya rada kagok itu wajar, namanya juga belum biasa. Toh tak selamanya harus disarungin. Tinggal tanya ke bidan cara ngitung masa subur, bisa kok sekali kali free style full body contact tanpa pengaman.

Sepele memang, namun akan berarti banyak dalam keharmonisan rumah tangga. Jangan terbawa bodoh seperti anehdot jadul yang tenar di kaskus tentang 3 suami yang lagi menceritakan kebodohan istrinya masing-masing.

Suami pertama cerita, "Istriku bodoh banget. Suka masak aja engga, kemarin ribut minta dibeliin kompor gas 2 pintu..."
Suami kedua, "Sama. Istriku pernah minta dibeliin tabung gas 50 kilo. Padahal di rumah pakenya kompor minyak..."
Suami ketiga, "Bodohan istriku. Setiap dinas ke luar kota selalu bawa kondom selusin. Emang mau dipasang dimana..? Dia kan cewek..."
Siapa yang bodoh..? Hayohhh…

#Pengakuan dosa; sampai saat ini aku emang belum beristeri tetapi semasa kuliah dulu aku pernah berpacaran sehingga sedikit banyak tahu mengenai kondom, selanjutnya tafsirkan sendiri.
Share this article :

Posting Komentar

Followers My Blog

 
Support : Creating Website | Fahruddin Fitriya SH | Kecoak Elektronik
Copyright © 2012. PENA FITRIYA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Vitrah Nusantara
Proudly powered by Blogger