Main catur saat jam kerja berlangsung, Hedeeehhhh...!!! |
Terutama angin politik dan aroma
kepentingan. Selalu ragu-ragu dan terlalu berorientasi administratif. Kadang
iya, kadang tidak. Belum tuntas sebuah peraturan diterapkan sudah bermunculan
macam-macam usulan kebijakan baru, termasuk soal sistem penerimaan yang penuh
dengan carut-marut dan campur tangan gelap.
Saat ini pemerintah memang
menangguhkan sementara penerimaan CPNS (Moratorium) baru di tengah bejibun-nya
usulan pemerintah daerah (Pemda) dan kementerian, yang minta keran
penerimaan dibuka. Alasannya, belum ada
hitungan yang jelas dan betul-betul valid sesuai standar profesionalitas soal
jumlah keperluan PNS di republik ini. Penerimaan pegawai honorer pun harus
dihentikan. Mudah-mudahan ini keputusan yang tepat.
Begitu juga keputusan untuk
menghentikan penerimaan pegawai honor. Sebab, para honorer ini, dicurigai hanya
diisi oleh saudara-mara para pemangku kebijakan. Bukan diterima karena
keperluan pekerjaan, tapi lebih kepada kepentingan keluarga dan sanak famili mereka.
Ironisnya, di tengah keragu-raguan pemerintah itu, sistem pengukuran dan
penilaian efesiensi dan efektifitas PNS sampai kini tetap amburadul alias tak
jelas.
Padahal, seharusnya pemerintah
memiliki standarisasi penilaian kinerja yang betul-betul terukur sehingga bisa
ditemukan rumus untuk mendapatkan indeks efektifitas. Di keseharian, kerap
dijumpai, masih banyak PNS yang kerja santai dan asal-asalan. Kinerjanya sangat
buruk. Kualitas pelayanannya rendah. Celakanya, PNS model begini tetap bekerja
sampai masa pensiun. Di sisi lain, banyak juga PNS yang berkerja
sungguh-sungguh, tapi tidak bisa mendapatkan hak untuk “dinilai” sesuai
kinerja.
Pada akhirnya, banyak juga PNS
yang terjebak dengan ironi, ”kerja seribu, tidak kerja lima ratus. Kerja tidak kerja, seribu lima ratus.”
Ujung-ujungnya, serajin apapun sang PNS ini pada awalnya, ujung-ujungnya ia
akan jadi, kerja asal-asalan saja. Siapa peduli?
Tragisnya pernyataan tersebut
keluar sendiri dari sang PNS, Astagfirullahaladzim…
Lebih ironis, di instansi atau Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang banyak honorernya, maka sesungguhnya yang
betul-betul kerja itu adalah mereka. Banyak sekali Satuan kerja (Satker) yang
tak akan jalan kalau tak memiliki tenaga honorer. ini saya saksikan sendiri
ketika melakukan wawancara ke salah satu SKPD dimana tenaga honorernya yang
memberikan semua rincian dan penjelasan program-program mereka (PNS-nya duduk
manis menjadi pendengar setia).
Ketika saya menanyakan hal ini
kepada salah satu teman, mengapa begitu? Dia menjelaskan, “Karena para
honorerlah yang masih bisa di-tekan-tekan, disuruh-suruh keras dan lembur.
Sementara yang PNS-nya, kebanyakan santai-santai saja. Yaaa, begitulah
kira-kira” jelas seorang teman.
Posting Komentar