#Catatan kritis untuk kaum pragmatis
Ilustrasi |
Ternyata Media massa
dan kaum aktivis pergerakan mempunyai sudut pandang dan sikap yang berbeda
dengan masyarakat kebanyakan dalam merespon perkembangan yang tejadi
disekitarnya. Cara pandang media massa, dalam koreksi terhadap penguasa,
cenderung dibangun dengan prinsip dan kepentingan yang melekat pada dirinya.
Hal yang serupa juga tidak berbeda dengan kaum aktivis pergerakan.
Watak
media massa saat ini
Umumnya prinsip yang
dianut media massa lebih mengutamakan tujuan industrinya sebagai jaminan untuk
berkembang dan tetap survive. Tidak peduli dengan suara kritis yang berkembang
disekitarnya. Bagi mereka yang terpenting bagaimana dapat mengais keuntungan
sebesar-besarnya dan memperluas jaringan bisnisnya ke berbagai bidang.
Pilihan ini terkadang
menyebabkan daya kritis media menjadi melemah, kabur, tidak tegas dan bahkan
secara terang-terangan tampil sebagai humas penguasa dan penyalur kepentingan
syahwat pengusaha besar. Watak ini, maaf, juga berlaku di bumi Borneo.
Bagaimana
dengan sikap kaum aktivis pergerakan?
Kalangan aktivis
pergerakan, khususnya pasca tumbangnya rezim Soeharto, terpecah-pecah dan
beradaptasi dengan ragam kepentingan kelompoknya masing-masing. Sebagian besar
aktivis tersebut kembali dan menjalani kehidupannya secara normal, tidak ikut
mengawal perubahan. Namun, sebagian dari mereka memilih tetap konsisten dan
terus berinteraksi dengan dinamika di lapangan.
Singkatnya, kalangan
aktivis yang terpecah-pecah itu, secara alamiah mulai terkonsolidasi dalam
beberapa isu nasional. Pemicunya tidak lain adalah, kasus dugaan pelanggaran
pemilu (Pileg-Pilpres), kasus Century, Kenaikan BBM dan beberapa kasus lainnya.
Menariknya, konsolidasi para aktivis tersebut, kini terfokus dan berakumulasi
pada koreksi serius atas kegagalan agenda reformasi dan secara terang-terangan
menegaskan bahwa posisi SBY sebagai titik fokus dimaksud.
Arah gerakan para
aktivis ini, seolah mengisyaratkan kepada kita tentang adanya proses
pengulangan sejarah reformasi yang pernah terjadi pada tahun 1998. Kondisi ini
dapat dilihat dari maraknya aksi-aksi yang makin meluas dan mulai bergelombong
menuju pusat-pusat kekuasaan. Sementara dalam waktu yang sama, elit penguasa
terlihat panik dan semakin kehilangan legitimasi di mata publik.
Pertanyaannya saat ini,
kapan kaum aktivis pergerakan dan media massa menentukan sikap, Apakah masih
akan tetap asyik dengan ego dan kepentingan pragmatisnya, atau bangkit secara
bersama-sama untuk menyelamatkan NKRI. Apakah hal itu dimungkinkan?
Posting Komentar