Hanya
ada satu Polisi yang jadi Pahlawan Nasional
Sungkeman Idul Adha 2012 |
Di
Republik tanah air beta ini tak sedikit yang sudah mendapat label “Pahlawan”
dengan beragam gelar. Mulai dari Pahlawan Perintis Kemerdekaan, Pahlawan
Kemerdekaan, Pahlawan Nasional, Pahlawan Revolusi hingga Pahlawan Reformasi. Jika
kita telusuri satu persatu ternyata seabrek gelar tersebut masih di dominasi
oleh Politisi dan Tentara. Dan anehnya dari sekian profesi yang masuk ke daftar
pahlawan ada satu profesi, ya, satu satunya profesi yang kebetulan menjadi
pahlawan yakni “Polisi”.
Pasti
kawan-kawan heran, seperti halnya aku, kenapa hanya ada satu polisi yang jadi
pahlawan? Tidak layakkah polisi yang ikut serta berjuang setelah kemerdekaan
mendapat gelar pahlawan? Entahlah.
Padahal,
Jika mau jujur, semasa kecil dulu aku selalu terpesona dan kagum melihat
polisi-polisi itu memakai seragam coklat mereka. Bahkan keikutsertaanku di
kepramukaan tidak lain karena memiliki seragam yang memiliki kemiripan dengan
atribut korps Bhayangkara itu.
Dari
kacamata masa kecilku, mereka begitu sangat gagah perwira. Saat itu aku sungguh
tergila-gila dengan sosok polisi, bagiku mereka adalah pahlawan, idolaku dan
bahkan aku sangat berharap dikemudian hari dapat menjadi perwira polisi seperti
kedua abangku.
Sempat
terbesit dibenakku, dimana semua bandit-bandit takut padaku, penjahat-penjahat
habis kubasmi, pikirku ketika itu. Sungguh aku terpesona dengan kharisma
mereka. Namun, dengan berjalannya waktu, aku malah bersyukur kerana diwaktu aku
sampai pada persimpangan hidupku aku tidak lagi ngotot untuk menjadi polisi.
Sepertinya
tuhan memiliki garis takdir lain untukku, keinginan yang saat itu sulit
kubendung lambat laun surut dan ternyata berakhir dengan kecintaanku dengan
dunia jurnalistik. Tapi aku lebih bersyukur lagi ketika mengetahui kenyataan
bahwa hanya ada satu polisi saja yang dijadikan pahlawan di negri ini, itupun
kebetulan.
Padahal
cita-citaku yang lain adalah aku ingin namaku nanti terpatri menjadi nama jalan
setelah diabadikan sebagai pahlawan bangsa. Tentu jika aku jadi polisi
cita-cita itu sulit tercapai, buktinya sampai saat ini hanya ada satu polisi yang
jadi pahlawan.
"Kebetulan"
ini bisa ditelusuri dari sebuah kisah yang kebetulan nyangkut di
daftar pencarianku (mbah google). Dari laman milik Wikipedia Indonesia
mengisahkan seorang polisi berpangkat Aiptu Karel Sasuit Tubun yang gugur
setelah diculik oleh pasukan cakrabirawa dini hari 1 Oktober 1965 ketika
kebetulan sedang berjaga di rumah Waperdam Johannes Leimena, ya kebetulan, Dia kebetulan
sedang berjaga disana ketika para penculik itu hendak menyantroni rumah Menko Hankam
AH Nasution. Dikarenakan dia adalah korban Gerakan 30 September, maka oleh Orde
Baru dia diangkat menjadi Pahlawan Revolusi.
Nah
bagaimana dengan polisi-polisi yang lain? Penasaran juga aku untuk mencari
informasi tentang pahlawan-pahlawan dari kepolisian, lewat mesin pencari
internet dan buku-buku ensiklopedia, tapi hasilnya nihil.
Aku bangga dengan profesi sekarang, dan dari sinilah akan terlahir "Pahlawan" baru!!! |
Awalnya
aku berpikir, mungkin memang belum ada polisi yang menjadi pahlawan karena dulu
mereka masih berada di bawah bayang-bayang TNI, saudara tuanya itu. Meski
orang-orang seperti Soekanto Tjokrodiatmodjo atau Jenderal Hoegeng sangat layak
mendapat gelar tersebut.
Ketika
reformasi bergulir dan teriakan-teriakan anti militeristik menggema ke seantero
negri, polisi melepaskan diri dari kakaknya. Berjalan sendiri tanpa adanya
intervensi dari TNI lagi. Polri meski statusnya sama dengan TNI (sama-sama di
bawah Presiden) tetapi untuk kebijakan anggaran Polri memiliki otoritas
pengelolaan anggaran sendiri. Malah terasa lebih “bebas” dibanding saudara
tuanya yang legowo berada dalam otoritas politik sebuah Kementerian.
Ahaaa,
inilah kesempatan polisi untuk menjadi pahlawan, pikirku. Inilah masanya polisi
menunjukan kegagah-perwiraannya dengan penegakan hukum yang tak pandang bulu.
Lakukan sekarang pak polisi, hajar para pelanggar hukum itu, tentu nanti
kerjamu tak sia-sia, 10 atau 20 tahun lagi kerja kerasmu akan ditimpal dengan
gelar pahlwan, dan itu bukan sebuah kebetulan. Tapi itu pikiranku yang dulu,
beberapa tahun lalu ketika polisi mendapat kesempatan berpisah dari tentara.
Kalau
sekarang apa masih ada polisi yang layak diberi gelar pahlawan 10 atau 20 tahun
lagi..? Aku tak yakin akan ada, sama sekali tidak yakin ketika cerita
cicak-buaya menjejali kuping, kisah Susno yang terpenjara sepi di markas Brimob
sana, main-mainnya si Gayus dengan aparat hukum, rekening-rekening gendut para
perwiramu yang tak pernah dijelaskan detailnya.
Untung
saja aku tidak jadi polisi di masa ini, karena aku bercita-cita menjadi
pahlawan yang tercatat di lembaran Negara. Dan tentunya juga masuk buku daftar Tokoh
yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah manusia karya Michael H. Hart. Kurasa keinginan ini akan sulit terwujud jika saat ini aku seorang polisi.
Kasongan,
22/12 2013.
Posting Komentar