Berbisnis Ditengah Limbah Zat Kimia

Minggu, 10 Maret 20130 komentar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Budi daya ikan keramba sungai Katingan
Keberadaan Sungai Katingan benar-benar sangat bermanfaat bagi warga sekitar Kasongan, terkecuali bagi para pemilik keramba yang membudidayakan jenis ikan di pinggiran Sungai itu. Namun akibat maraknya aktivitas penambng liar di beberapa desa di Katingan, membuat air Sungai menjadi tercemar. Akibatnya, selain air tidak layak dikonsumsi, keadaan itu membuat para pemilik keramba harus merugi akibat banyaknya ikan yang mati. Hal iu terjadi akibat air sungai yang sudah dicemari zat kimia berbahaya yakni methyl mercury alias air raksa yang digunakan untuk mencuci tambang emas oleh para penambang.

Tak dipungkiri meski sepanjang tahun jumlah penambang illegal melakukan aktivitasnya secara terang-terangan, aparat setempat seolah-olah tutup mata untuk menindak tegas para penambang. Pahadal, selain telah merusak lingkungan dengan tidak terendalinya jumlah penambang emas, populasi jenis ikan yang hidup di perairan itu bisa saja terancam punah. Para pengusaha pun terlihat berlomba-lomba untuk menjual perlengkapan tambang (mesin sedot) yang terus bertambah di Kawasan Desa Kereng Pangi. Hingga masyarakat begitu mudahnya untuk membeli baik tunai maupun kredit.

Sesuai data dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Katingan pun jumlah penambang emas illegat baik yang ada di tepian sungai dan di daratan berkisar ribuan penambang. Jumlah itu pun dipastikan bakal terus bertambah seiring dengan manjanya para penambang yang dengan leluasa melancarkan aksinya untuk mengambil emas murni di dasar sungai dan di dalam perut bumi tanpa adanya aturan yang mengatur baik dari segi amdal dan dampak negatif lainnya. Dan tidak dipungkiri pula, mngkin dari beberapa Kabupaten lainnya yang ada di Kalimantan Tengah (Kalteng) katinganlah terbanyak  jumlah penambang silumannya.

Hasil uji kalaikkan air pun, BLH mengaskan bahwa pencamaran air Sungai Katingan sudah diambang batas. Artinya, jangankan untuk mengkonsumsi air itu secara langsung, mengkonsumsi ikan di air itu pun bisa menibulkan penyakit bagi manusia.

“Dari hasil pengujian Air sungai Katingan, pencemarannya sudah di ambang batas,” ungkap kepala BLHD Katingan, Drs Yurbend, pekan lalu.

Menurut dia, pencemaran akan berdampak buruk pada ekosistem sungai. Ikan-ikan bisa mengandung logam berat. Bukan hanya itu, pencemaran bisa membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi air sungai.

“Jangankan meminum airnya, memakan ikan dari sungai Katingan saja berbahaya,” cetus Yurbend.

Jika hal itu dibiarkan berlanjut, ia memastikan, akan banyak masyarakat yang akan terkena penyakit. Pasalnya, sungai Katingan itu merupakan tempat bagi warga Katingan untuk menangkap ikan. Selain itu, Sungai Katingan juga digunakan sebagai tempat pengembangbiakan keramba untuk ikan patin dan emas, jika sampai dikonsumsi manusia, jelas akan berpengaruh buruk bagi kesehatan.

Dengan semakin banyak sedimen dalam air sungai dan keruh, oksigen akan berkurang. Ditambah lagi dengan terus masuknya logam berat akibat aktivitas penambang. Jika kondisi pencemaran di aliran sungai Katingan semakin parah, tak tertutup kemungkinan terjadi seperti Tragedi Minamata di Jepang pada tahun 1950 silam. Sekitar 3 ribu warga menjadi korban dan mengalami berbagai penyakit aneh yang kemudian disebut sebagai penyakit Minamata.

Nah, saat ketika dibincangi sejumlah pemilik keramba mengaku apa yang diutarakan oleh BLH itu memang benar. Mereka menyatakan sejauh ini sudah banyak benih ikan yang mati. Jumlah yang mati pun tidak sedikit, yakni hanya 40 persen ikan yang bisa dipanen selama kurun waktu empat bulan. Artinya, 60 persen ikan tidak sanggup bertahan akibat zat yang larut dalam kadar air Sungai itu.

Mereka mengaku, keadaan beberapa tahun ini jelas berbeda dengan lima hingga enam tahun lalu. Dimana para pemilik keramba benar-benar mendapatkan untung besar akibat hasil panen yang meilmpah.

Ketika itu, mereka mengaku sempat membudidaya beberapa jenis ikan seperti ikan patin, emas dan jenis ikan nila. Keadaan yang dirasakan sekarang jauh berbeda. Dari tiga jenis ikan itu, hanya jenis patin dan nila yang mampu bertahan hidup.

“Sekarang ikan emas sudah tidak bisa bertahan mas. Kalau dibudidaya pasti beberapa hari saja sudah menjadi bangkai. Kami hanya memelihara ikan jenis nila,” terang Parian.

Pria pemilik 10 buah keramba ini mengungkapkan, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan bagi warga Katingan.  Tiap empat bulan ia mendatangkan 10 ribu bibit ikan nila untuk dibudidayakan di 10 keramba yang ia miliki.

“Bibit nila kami datangkan dari darah Banjarmasin, kalau usianya sudah empat bulan baru bisa panen,” tuturnya. Namun jika masa panen mulai tiba dirinya menyatakan sudah memperhitungkan jauh-jauh hari bahwa jumlah ikan yang dipanen pasti jauh menurun dari jumlah bibit saat ia datangkan.

Ya, dari 10 ribu bibit yang ia pelihara selama empat bulan lamanya, hanya 3 hingga 4 ribu yang mampu bertahan hidup. Kemanakah 60 ribu ikan itu,,?. Jawabannya mudah, yakni mati.

Meski mengaku masih mendapatkan untung. Namun para pemilik keramba jelas lebih untung lagi jika jumlah ikan yang ada lebih banyak yang mampu bertahan hidup. Bayangkan, untuk satu keramba saja keuntungan kotor yang diterima Parlan sebesar Rp. 5 juta. Jika hanya 10 hingga 15 persen jumlah ikan yang mati, jelas keuntungan yang didapat dua kali lipat dari jumlah itu dan pemilik keramba pun dipastikan makmur hidupnya.

Dengan minimnya pasokan ikan di Katingan sangat berpengaruh terhadap harga jual di Pasar. Sejauh ini, hanya beberapa jenis ikan yang dijual disatu-satunya pasar di Kasongan. Dan selain daging ayam, jenis nila lah paling banyak dijumpai.

Berkaca masalah yang ada, mungkin paparan di atas hanya sebagian kecil dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh para penambang illegal itu. Entah sampai kapankah adanya upaya pemerintah daerah guna mengatasi permasalahan yang sudah tumbuh subur sepanjang tahun itu. Namun yang jelas, jika memang keberadaan penambang emas itu bertentangan dengan hukum alias illegal, aparat penegak hukumlah yang lebih bertanggungjawab atas itu. Selamat berjuang pak Kapolres Katingan, pemilik keramba menunggu tindakan nyatamu…

Palangkaraya, 10/3 2013

Share this article :

Posting Komentar

Followers My Blog

 
Support : Creating Website | Fahruddin Fitriya SH | Kecoak Elektronik
Copyright © 2012. PENA FITRIYA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Vitrah Nusantara
Proudly powered by Blogger