Say No To ‘Perploncoan’, Hapuskan OSPEK

Selasa, 17 September 20130 komentar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



OSPEK dengan berbagai metamorfosanya ternyata masih menjadi ajang perploncoan bagi yunior oleh seniornya. Ajang balas dendam!!!

Kekerasan psikis - Apapun bentuknya, kekerasan tak dibenarkan
Kemarin baru saja saya memenuhi undangan untuk memberi materi pada acara ‘Kreasi’ atau dijaman saya kuliah dulu ospek-nya jurusan/program studi. Pertama memasuki ruangan dan menyaksikan peserta kreasi, saya sudah di sambut dengan nyanyian atau yel-yel yang sudah disiapkan untuk menyambut para pemateri.

Sedikit aneh memang, kok budaya seperti ini masih ada. Padahal saat saya menjadi panitia OSPEK, hal semacam ini sudah kami hapuskan, selain hanya akan menyuburkan budaya feodal, juga memperlebar jurang pemisah antara senior-yunior. Memang, pemahaman kami waktu itu 'jangan ada senioritas diantara kita'.

Meski saya harus tetap konsentrasi dan fokus dengan materi yang akan saya sampaikan, pandangan mata tak pernah lepas dari para peserta yang mengenakan atribut-atribut aneh, ada semacam puluhan kuncir di rambut, gincu di pipi dan tentunya barang-barang yang dibawa peserta ini tidak masuk akal. Pasalnya, menurut saya barang-barang bawaan ini tak ada hubungannya dengan yang namanya pengenalan kampus.

Seperti yang kita ketahui, OSPEK atau apapun namanya kini, telah menjadi suatu tradisi yang melembaga sejak dahulu pada institusi pendidikan di Indonesia seperti SMA dan Perguruan Tinggi terutama pada masa penerimaan pelajar/mahasiswa baru. Pada dasarnya kegiatan OSPEK memiliki tujuan mulia yakni, mempersiapkan pelajar/mahasiswa baru untuk memasuki lingkungan pendidikan yang baru.

Lalu, Sudah Tepatkah OSPEK Kita?

Penugasan yang tak masuk akal juga keluar konteks OSPEK
Sejak tahun 1995an, kasus OSPEK mulai muncul di media publik seiring dengan banyaknya korban yang terus berjatuhan. Lalu OSPEK pun berganti-ganti baju untuk memperhalus dan memulihkan citranya sebagai ajang penggojlokan dan perploncoan anak-anak baru.

Jika memang begini adanya, saya rasa OSPEK dan berbagai bajunya saat ini adalah budaya ‘PEMBODOHAN’ yang terus dilestarikan untuk memenuhi kepuasan nafsu kekuasaan dan ekspresi agresifitas sekelompok orang semata dalam lingkungan pendidikan. Sejak dulu saya selalu menjadi bagian kelompok orang yang bisa dikatakan paling lantang dan terus konsisten menyuarakan penghapusan OSPEK semacam ini.

Tentu saja penentangan saya terhadap kekerasaan dan perploncoan di dunia pendidikan ini sangat mendasar. Karena, hingga kini, OSPEK hanya melestarikan budaya feodal dengan mewajibkan para peserta untuk menghormati paksa senior dan menuruti segala kehendak senior. Selain kegiatan sampah semata, hal ini hanya terkesan memuaskan para senior yang ‘sok gila kuasa’ dan menganggap rendah status mahasiswa baru tak lebih sebagai budaknya.

Selain itu, Pelaksanaan OSPEK selama ini yang bermaksud menanamkan kedisiplinan dengan hukuman dan bentakan hanyalah sebuah bentuk militerisasi dalam kampus. Ini adalah bentuk KEMUNAFIKAN mahasiswa yang katanya anti militerisme dalam kampus, tetapi malah melestarikan militerisme dari waktu ke waktu.

Intermezo - Untung aja masih ada yang nampak 'bening'
Selain penanaman nilai-nilai baru dalam waktu yang singkat dan dalam tekanan adalah sangat TIDAK EFEKTIF ditinjau dari faktor psikologi. Mahasiswa yang tidak tidur ataupun kelelahan karena mengerjakan setumpuk tugas tidak memiliki kesiapan maksimal untuk menerima informasi baru. Bukankan ini sudah jauh melenceng dari tujuan awal, dimana OSPEK bertujuan untuk memperkenalkan seperti apa dunia kampus.

Begitupun dengan pembuatan aneka atribut yang aneh-aneh merupakan suatu pemborosan uang dan waktu semata, tak sebanding dengan nilai-nilai yang ditanamkan dalam serangkaian aneka atribut tersebut. Dengan kata lain, mubadzir dan sama sekali tidak tepat sasaran.

Terkait hukuman para senior terhadap para yuniornya, Thorndike, seorang ahli psikologi pembelajaran menyatakan bahwa hukuman tidak efektif untuk meniadakan suatu perilaku tertentu. Begitu halnya dengan hukuman dan sanksi pada OSPEK tidak akan efektif membuat seorang mahasiswa untuk menghilangkan perilaku-perilaku buruknya.

Disadari ataupun tidak, para senior telah melakukan kekerasan secara psikis kepada yuniornya, ini nampak pada rentetan kejadian diatas, apalagi jika diluar sepengetahuan saya terjadi kekerasan fisik, jika iya, sungguh tidak dibenarkan dengan alasan apapun, terlebih ini terjadi di dunia pendidikan yang seharusnya humanis.

Tak dapat dipungkiri bahwa terkadang OSPEK merupakan sarana balas dendam bagi senior atas perlakuan kakak kelas yang mereka alami pada waktu dulu. Rasa dendam akan selalu muncul dalam segala perlakuan yang menyakitkan, namun berhubung OSPEK adalah sesuatu yang dilegalkan sehingga kesempatan membalas hanya mungkin dilakukan pada OSPEK tahun berikutnya.

Setiap orang memiliki kerentanan psikologis yang berbeda-beda, ini yang harus kita pahami, sehingga hukuman yang serampangan ataupun perlakuan yang menekan mental pada OSPEK dapat menimbulkan suatu TRAUMA PSIKOLOGIS tersendiri bagi beberapa orang. Trauma ini pada akhirnya akan menimbulkan abnormalitas kejiwaan seseorang.

Memang kenangan dalam OSPEK hanya menciptakan romantisme tertentu ketika diceritakan beberapa waktu setelah OSPEK, namun tentunya setiap orang tidak ingin mengalami OSPEK untuk beberapa kali lagi. Ini merupakan bukti bahwa setiap orang tidak menginginkan OSPEK terjadi lagi dalam hidup mereka. *Coba tanyakan juga pada mahasiswa baru tentang kesan OSPEK.

Dari sekian alasan, saya rasa ini cukup dijadikan dasar untuk menghapuskan OSPEK dari sistem pendidikan di republik ini. Bukankah lebih bermanfaat dan tepat sasaran jika OSPEK yang penuh kekerasan secara fisik dan psikis ini diganti dengan pemberian informasi mengenai lingkungan kampus dan sekitarnya, misalnya, dilakukan dalam satu matakuliah umum dalam beberapa kali pertemuan.

Kemudian, ditindaklanjuti dengan kegiatan-kegiatan dalam kelompok yang dipandu dan difasilitator oleh mahasiswa yang lebih senior. Dinamika kelompok kecil akan lebih terasa dibandingkan kelompok besar, sehingga keakraban antar mahasiswa dalam kelompok maupun antar kelompok pun akan semakin terjalin dengan baik.

Penanaman nilai-nilai dan informasi baru sangat efektif dilakukan dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dalam rupa permainan-permainan ringan tanpa hukuman. Hadiah atau rewards telah terbukti efektif dalam membentuk dan mempertahankan suatu perilaku baru.
Bukankah seperti ini lebih menyenangkan dan mendidik

Sistem Kredit Poin per Materi dapat juga digunakan sebagai rewards. Misalnya 1 poin untuk datang tepat waktu, 1 poin untuk kerapian, 1 poin untuk mengenal denah gedung kuliah. Jika mahasiswa tidak memperoleh standar poin tertentu, mahasiswa harus mengulang kegiatan tersebut di tahun depan ataupun pengurangan jumlah sks yang diambil. Secara garis besar, hal yang menyenangkan akan selalu diingat sebagai kenangan yang menyenangkan pula, dan tidak menimbulkan trauma.

OSPEK jaman lampau atau kegiatan yang menggunakan kedisiplinan semi-militer baik mental maupun fisik lebih baik diterapkan pada organisasi-organisasi kemahasiswaan seperti Pecinta Alam, Pramuka, dan MENWA bukan pada lembaga pendidikan umum seperti sekolah dan perguruan tinggi.

Yuk, bersama benahi sistem pendidikan kita...

Palangkaraya, 16/9 2013.

Share this article :

Posting Komentar

Followers My Blog

 
Support : Creating Website | Fahruddin Fitriya SH | Kecoak Elektronik
Copyright © 2012. PENA FITRIYA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Vitrah Nusantara
Proudly powered by Blogger