Ist//Vicky Prasetyo |
Belakangan ini gaya bahasa Vicky Prasetyo kian heboh di internet dan televisi. Frase-frase seperti KONSPIRASI KEMAKMURAN, KONTROVERSI HATI, STATUTISASI, LABIL EKONOMI, KUDETA HATI menjadi bahan tertawaan.
Memang menggelikan karena si Vicky rupanya sengaja menjejalkan kata-kata serapan dari bahasa Inggris dengan kata Indonesia, gado-gado, plus petikan bahasa Inggris seenak perutnya.
Kalimat-kalimat Vicky terkesan gagah, layaknya bahasa aktivis atau pakar-pakar di seminar, tapi hampa makna. Tapi bagaimanapun istilah KONSPIRASI KEMAKMURAN atau KUDETA HATI temuan Vicky Prasetyo layak dipuji sekaligus ditertawai. Hehehehe....
Konspirasi kemakmuran!
Andai saja Vicky Prasetyo tidak berurusan dengan polisi atau mempermainkan beberapa penyanyi dangdut, kata-kata si Vicky ini sebetulnya satire untuk gaya bahasa manusia Indonesia masa kini. Sebuah bangsa besar yang makin lama makin bangga menjadi bangsa pengimpor. Mengimpor beras, kedelai, daging, jagung, garam... dan kata-kata.
Gaya bahasa impor ala si Vicky sejatinya bukan hal baru. Jauh sebelum Indonesia merdeka, gaya bahasa impor-imporan sudah mewabah di kalangan masyarakat, khususnya yang merasa intelek, kelas menengah atas. Datang saja ke pertemuan klub-klub Indo-Belanda dan kita bisa menikmati kata-kata campuran Indonesia, Belanda, Jawa, Hokkian, dan entah apa lagi.
Setelah Presiden Sukarno tumbang, mulailah era bahasa impor English karena bahasa Belanda dihapus. Kiblat Orde Baru ke negara Abang Sam itu. Buku pintar Orde Baru ditulis oleh Ali Moertopo dengan judul AKSELERASI MODERNISASI PEMBANGUNAN 25 TAHUN. Opo maneh kuwi?
Akselerasi modernisasi! Begitulah visi rezim Orde Baru yang dipimpin Pak Harto dengan pemikir utama Ali Moertopo yang menggagas CSIS. Pusat penelitian ini dikenal sebagai dapur pemikiran Orde Baru demi AKSELERASI MODERNISASI.
Nah, di era Orde Baru itulah impor kata-kata semakin menjadi-jadi di Indonesia. Meskipun sudah ada kata-kata asli, punya padanan Indonesia, orang intelektual seperti Vicky Prasetyo gandrung menggunakan kata berakhiran -SASI dan -ISASI.
Di zaman Orde Baru, meski ada polisi bahasa bernama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa alias Pusat Bahasa, mulai merebak kata bentukan Indonesia + Inggris. Beda dengan AKSELERASI atau MODERNISASI sebagai serapan yang benar, pada 1980-an dan 1990-an kita mengenal LAMTORONISASI, TURINISASI, PIPANISASI, KUNINGISASI, PAVINGISASI, POMPANISASI, SENGONISASI.. dan SASI-SASI lainnya.
Bahkan, surat kabar sehebat KOMPAS pun rajin menggunakan HILIRISASI. Mungkin tak lama lagi ada istilah HULUNISASI di koran Jakarta itu. Koran-koran di Jawa Timur pun akhir-akhir ini lebih suka menggunakan EKSPEKTASI sebagai pengganti HARAPAN atau ASA.
Contoh:
Hilirisasi komoditas domestik merupakan ekspektasi massal untuk merealisasi konpirasi kemakmuran futuristik yang menciptakan harmonisasi statutisasi simbolik.
Ah, gaya bahasanya si Vicky lagi!
Juancuk tenan!!!
Memang menggelikan karena si Vicky rupanya sengaja menjejalkan kata-kata serapan dari bahasa Inggris dengan kata Indonesia, gado-gado, plus petikan bahasa Inggris seenak perutnya.
Kalimat-kalimat Vicky terkesan gagah, layaknya bahasa aktivis atau pakar-pakar di seminar, tapi hampa makna. Tapi bagaimanapun istilah KONSPIRASI KEMAKMURAN atau KUDETA HATI temuan Vicky Prasetyo layak dipuji sekaligus ditertawai. Hehehehe....
Konspirasi kemakmuran!
Andai saja Vicky Prasetyo tidak berurusan dengan polisi atau mempermainkan beberapa penyanyi dangdut, kata-kata si Vicky ini sebetulnya satire untuk gaya bahasa manusia Indonesia masa kini. Sebuah bangsa besar yang makin lama makin bangga menjadi bangsa pengimpor. Mengimpor beras, kedelai, daging, jagung, garam... dan kata-kata.
Gaya bahasa impor ala si Vicky sejatinya bukan hal baru. Jauh sebelum Indonesia merdeka, gaya bahasa impor-imporan sudah mewabah di kalangan masyarakat, khususnya yang merasa intelek, kelas menengah atas. Datang saja ke pertemuan klub-klub Indo-Belanda dan kita bisa menikmati kata-kata campuran Indonesia, Belanda, Jawa, Hokkian, dan entah apa lagi.
Setelah Presiden Sukarno tumbang, mulailah era bahasa impor English karena bahasa Belanda dihapus. Kiblat Orde Baru ke negara Abang Sam itu. Buku pintar Orde Baru ditulis oleh Ali Moertopo dengan judul AKSELERASI MODERNISASI PEMBANGUNAN 25 TAHUN. Opo maneh kuwi?
Akselerasi modernisasi! Begitulah visi rezim Orde Baru yang dipimpin Pak Harto dengan pemikir utama Ali Moertopo yang menggagas CSIS. Pusat penelitian ini dikenal sebagai dapur pemikiran Orde Baru demi AKSELERASI MODERNISASI.
Nah, di era Orde Baru itulah impor kata-kata semakin menjadi-jadi di Indonesia. Meskipun sudah ada kata-kata asli, punya padanan Indonesia, orang intelektual seperti Vicky Prasetyo gandrung menggunakan kata berakhiran -SASI dan -ISASI.
Di zaman Orde Baru, meski ada polisi bahasa bernama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa alias Pusat Bahasa, mulai merebak kata bentukan Indonesia + Inggris. Beda dengan AKSELERASI atau MODERNISASI sebagai serapan yang benar, pada 1980-an dan 1990-an kita mengenal LAMTORONISASI, TURINISASI, PIPANISASI, KUNINGISASI, PAVINGISASI, POMPANISASI, SENGONISASI.. dan SASI-SASI lainnya.
Bahkan, surat kabar sehebat KOMPAS pun rajin menggunakan HILIRISASI. Mungkin tak lama lagi ada istilah HULUNISASI di koran Jakarta itu. Koran-koran di Jawa Timur pun akhir-akhir ini lebih suka menggunakan EKSPEKTASI sebagai pengganti HARAPAN atau ASA.
Contoh:
Hilirisasi komoditas domestik merupakan ekspektasi massal untuk merealisasi konpirasi kemakmuran futuristik yang menciptakan harmonisasi statutisasi simbolik.
Ah, gaya bahasanya si Vicky lagi!
Juancuk tenan!!!
Posting Komentar