Indonesia Milik Siapa?
Jalan neraka menuju Barito Timur |
Sebutan "orang lokal" dan "pendatang" itu hanyalah gelar yang kurang obyektif. kenapa? karena terkesan "Orang lokal harus dilindungi dan layak sukses", sementara pendatang diberikan aturan yang lebih ketat karena "Pendatang harus menghargai orang lokal dan kesuksesannya harus membawa kemakmuran orang lokal".
Jika bicara tentang sejarah manusia, siapakah "Pendatang" dan siapakah "Penduduk lokal" adalah sangat bias. Apakah pakai pendekatan Kartu Tanda Penduduk (KTP)? Suku tertentu? Agama tertentu? Atau strata ekonomi tertentu? Menurutku, sebutan "Lokal" dan "Pendatang" tidaklah perlu untuk jaman dimana pencampuran antar manusia melintasi batas ruang dan waktu. Yang perlu dibatasi dan ditegakkan adalah obyektifitas peraturan yang berlaku untuk siapapun dan kapanpun tetap konsisten.
Mari belajar dari hikmah "Hijrah" (merantau), dimana biasanya orang-orang yang berani merantau adalah mereka yang punya keberanian lebih dan daya tahan tinggi terhadap goncangan dari mana pun. Maka tidaklah heran apabila para perantau dimanapun, biasanya cenderung lebih mau berjuang dan cenderung lebih sukses dari penduduk lokal. Tapi ini kecenderungan, bukan kesimpulan 100%. Maknanya, orang yang dikelilingi oleh fasilitas keberadaan biasanya cenderung malas. Sementara orang yang dihinggapi ke-tiada-an akan cenderung meradang dan bertahan sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan hidupnya.
Jurnal lanjutan; Awas Sindrom Penduduk Lokal
Jurnal lanjutan; Awas Sindrom Penduduk Lokal
NB; Ini bukan sebuah jurnal ilmiah, coretan singkat ini hanya sebagai pengantar Features yang entah kapan akan saya selesaikan.
Posting Komentar