Unjuk rasa; Konflik Lahan |
Membicarakan
dunia penggalian emas hitam (Batu bara) memang tak ada habisnya, selain
membuatku kembali merindukan suasana sebelumnya yang penuh konflik, juga
membuatku kembali rindu dengan kawan lama, yang kebetulan juga mendedikasikan
hidupnya pada bisnis ini.
Satu
hal yang tak pernah lepas dari dunia usaha ini adalah konflik lahan. Sering
kali seorang kawan yang turut numpang hidup dari penggalian emas hitam ini
berkeluh kesah dengan dunianya yang teramat jauh dengan apa yang ia geluti
sebelumnya. Memang unit kerjanya tak berkaitan langsung dengan hal perkonflikan. Namun sebagai pemain
belakang perusahaan, tetap saja ia ikut sibuk menyiapkan prasarana untuk
mempercepat penyelesaian dan pemulihan infrastruktur apabila dampak konflik
sampai merusak peralatan yang jadi tanggung jawabnya.
Contohnya
saja yang baru-baru ini terjadi, tengah asik bercuap-cuap mengenai pemidahan
multiply ke blog, mendadak saja ia dipanggil meeting untuk menyiapkan sarana
komunikasi buat besokya. Katanya akan ada aksi lumayan besar dibanding
sebelum-sebelumnya. Bila biasanya cuma masalah limbah atau debu yang bisa cepat
diatasi, kali ini merupakan konflik segitiga yang melibatkan masyarakat dan
perusahaan lain.
Lahan
yang sudah dibebaskan perusahaan tempatnya bekerja sejak tahun lalu, tiba-tiba
dibuka oleh perusahaan lain dan ditanami sawit. Jalan ke arah lahan tersebut
sudah diportal tapi didobrak dan kembali digarap. Pihak perusahaan sawit ngotot
menyatakan lahan sudah dibayar. Perundingan di lapangan mengalami kebuntuan.
Untung matahari segera terbenam dan menjadi dewa pelerai.
Hanya
saja, perdamaian itu bersifat sementara yang bisa berakibat fatal bila besok
tidak ada titik temu. Hal ini semakin mencekam lagi, ketika sekian lama aku
mengenalnya, baru kali ini ia tak berkelakar sama sekali, artinya ini sungguh
konflik serius. Apalagi pihak manajemen kantor pusat di Jakarta sana keukeuh
mengatakan pertahankan dengan segala kemampuan. Kalau awal pertikaian hanya
melibatkan segelintir orang, aksi besoknya dipersiapkan besar-besaran. Anggota
security dari semua site ditarik dipersenjatai alat berat. Bahkan ada instruksi
untuk menghentikan aktifitas produksi dan seluruh karyawan beserta alat berat
dikerahkan ke lokasi apabila diperlukan.
Tak
perlu dibayangkan seperti apa ketegangan yang terjadi saat pagi harinya. Dua
kekuatan besar bersenjata tajam dengan dukungan alat berat saling berhadapan
hanya dibatasi seutas tali. Ditambah dua kekuatan lagi dari unsur masyarakat
dan aparat kepolisian yang entah akan berpihak kemana apabila tawuran sampai
pecah.
Dengan
negosiasi yang alot, dapat ditemukan akar permasalahannya. Ternyata kedua belah
pihak sama-sama memiliki surat kepemilikan tanah dan bukti pembayarannya ke
masyarakat atas sebidang tanah yang sama. Bagaimana satu lahan bisa memiliki
dua surat berbeda, polisi berjanji akan segera mengusut. Mereka yang siap
tempur diminta pulang dan proses selanjutnya akan diselesaikan polisi dengan
melibatkan pihak manajemen kedua belah pihak.
Sementara
suasana mendingin. Namun tetap saja semua orang diminta siaga. Masing-masing
pihak menempatkan orang di lahan sengketa. Dengan sedikit provokasi pertikaian
bisa berlanjut lebih parah. Apalagi sudah ketauan bahwa surat-surat tanah ganda
itu atas nama orang yang sama. Pemilik lahan menyatakan berhak menjual lagi
tanahnya dengan alasan tanah tersebut terlalu lama dibiarkan tidak juga digarap
oleh perusahaan. Budaya yang punya kawasan memang masih melekat kuat sehingga
perlu pendekatan khusus setiap kali bermasalah dengan masyarakat lokal.
Aku
sendiri tak begitu yakin apakah harapanku ini tepat, tapi semoga saja pihak
kepolisian bisa segera menyelesaikan masalah yang kian ruwet. Untungnya Pihak
manajemen kawanku ini juga tidak lagi arogan dengan kata pertahankan sampai
titik darah penghabisan. Bagaimanapun ini tentang nyawa sekian ratus orang di
lapangan, bukan sekedar nilai uang yang telah dikeluarkan perusahaan untuk
pembebasan lahan. Terang saja sikap ini sangat membantu mereka yang dilapangan.
Para
bos sih enak, tinggal kipas-kipas di Jakarta sana. Mereka yang di site…?
Posting Komentar