Ilustrasi |
Pada
penugasan di kabupaten sebelumnya (Barito TImur) ada banyak hal yang menarik,
salah satunya batubara. Mendengar kata batubara, orang akan mengatakan duit
yang tak ada serinya. Anggapan semacam itu membuat banyak orang beramai-ramai
memasuki bisnis batubara. Dari yang bermodal kuat buka produksi sampai makelar
modal dengkul yang tak jarang berakhir penipuan. Tak kurang-kurang kalangan
selebriti juga banyak yang ikut terjun. Belum lagi di lapangan, Mulai dari bos
alat berat sampai kelas preman kampung ikut berebut. Tak salah kalau ada yang
mengatakan batubara merupakan akronim dari “BArang TUhan BAgi RAta”.
Tapi
namanya roda dunia selalu berputar mengikuti hukum ekonomi. Ketika semua orang
ikut menggali tanpa kendali. Informasi yang ku dapat dari salah satu kawan yang
kerja di peggalian emas hitam tersebut, semenjak awal tahun harga batubara
semakin menurun, dari harga 120 USD per ton tahun lalu, kini sudah menyentuh
angka 80 USD.
Produksi
batubara nasional 3 bulan pertama tahun ini mencapai 102 juta ton lebih.
Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya hanya 90 juta ton. Di
perusahaan tempatnya bekerja saja, 3 bulan lalu produksi sudah melewati angka
300 ribu ton perbulan dari angka 50 ribu ton di tahun sebelumnya.
Katanya
penurunan harga ini berdampak lumayan hebat. Barang galian yang sebelumnya
memiliki nilai jual tinggi, kini lebih banyak menumpuk di stockpile karena bila
maksa dijual harganya sudah dibawah biaya produksi, dengan kata lain tekor. Selain penjualan ke luar, aktifitas
tambang mulai diturunkan, bahkan dihentikan sama sekali. Nasib ribuan karyawan
dari ratusan perusahaan tambang tergantung kekuatan modal perusahaan. Sudah
banyak perusahaan tambang yang merumahkan sebagian karyawannya.
Semua
ini mungkin hanya sementara. Namun kuharap bisa sedikit membuka mata hati
pengusaha dan penguasa. Setiap hari jutaan ton batu bara diangkat dari perut
bumi Kalimantan. Namun pengembalian ke masyarakat lokal teramat minim.
Pembangunan tidak merata, listrik byarpet,
BBM susah didapat dan infrastruktur lainnya teramat mengenaskan bila
dibandingkan dengan pulau Jawa.
Tak
terbayangkan apa jadinya dengan Kalimantan bila batubara sudah habis dikeruk.
Jika saat masih menghasilkan duit saja kehidupannya serba susah. Mengherankan
sekali bila kita tak bisa berkaca kepada China yang memiliki cadangan batubara
terbesar nomor 3 di dunia. China tak mau menggali batubaranya sendiri dan lebih
suka beli ke Indonesia yang cadangan batubaranya hanya di urutan ke 16.
Demi
keuntungan jangka pendek kita mau saja dipaksa secara halus untuk menjual murah
batubara kita ke China. Kepikiran tidak bila suatu saat cadangan kita habis dan
bisnis batubara dikuasai Amerika, Rusia dan China. Apa mungkin kita bisa beli
dengan harga murah bila mereka sudah jadi pemain monopoli..?
Aku
pikir ada baiknya juga bila perusahaan batubara banyak yang gulung tikar, daripada
harus dipertontontkan kehidupan masyarakat lokal pemilik kekayaan sebenarnya
hidup apa adanya. Sementara juragan-juragan tambang hidup mewah di Jakarta.
Kapan
penguasa negeri ini menyadari semua ketimpangan itu..?
Artikel
terkait; Pengelolaan Batubara
Jurnal
terkait; Lahan bodong, Ironi Kalimantan, Apa yang akan kita wariskan kepada anak cucu?, Konflik lahan
Posting Komentar