Budaya Mundur "?"

Sabtu, 25 Agustus 20120 komentar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Sumber; Ist
Ada beberapa kawan kompasioner (Baca; Budaya Mundur Budaya Terhormat) dan juga tak sedikit para penulis di republik ini menulis tentang Budaya Mundur. Tetapi kenyataannya tulisan mereka kalah banyak dengan pemimpin yang ”muka gedek” alias ”muka tembok”. Meskipun banyak pejabat yang gagal dalam kerja kinerjanya, mereka tidak mau mundur, bahkan berusaha melanggengkan jabatan dan kekuasaan. Apakah budaya mundur itu jelek? Justru budaya mundur itu memberikan refleksi suatu keyakinan dan karakter seorang pemimpin.

Misalnya: Bung Hatta mundur dari Wakil Presiden karena tidak serasi dengan Bung Karno. Bung Hatta memilih mundur, itulah karakter yang dipahami dan disegani oleh rakyat. Karena Bung Hatta mundur justru memberi peluang untuk tidak menciptakan konflik dengan Presiden (Bung Karno).

Diluar negeri banyak pemimpin yang mundur dari jabatannya. Di Inggris misalnya, beberapa Menteri mundur karena tidak sanggup atau gagal melaksanakan kerja dan kinerjanya. Di Jepang, di Korea Selatan, di Belanda bahkan di Amerika Serikat demikian juga. Dan baru-baru ini Gubernur dan Wakil Gubernur di RRC mengundurkan diri karena tidak  mampu menyelesaikan masalah sosial di wilayahnya. Mereka mundur tidak sampai pada proses hukum di pengadilan. Karena mundur adalah budaya yang menyangkut karakter dan akhlak seorang pemimpin. Itu sebabnya tidak perlu takut lagi dengan budaya mundur.
Sumber; Ist
Menjelang reformasi Tahun 1998, 14 Menteri menyampaikan mundur dari Kabinet Pak Harto. Bahkan sebelumnya dimulai dari Menteri Abdul Latief mundur, dan akhirnya Presiden Soeharto pun juga mundur. Ini menunjukkan bahwa budaya mundur tidak perlu ditakutkan. Setelah reformasi justru banyak pemimpin yang enggan mundur. Secara hukum memang memerlukan proses.

Bukan masalah hukum saja, tetapi menyangkut masalah karakter dan sanksi sosial. Memiliki watak keberanian. Perlu budaya mundur, lebih-lebih banyak pemimpin yang terlibat dalam masalah korupsi dan pemimpin-pemimpin yang tidak becus menyelesaikan kerja dan kinerjanya dan tak dipercaya lagi oleh rakyat. Banyak pemimpin yang harus mundur jika dilihat dari kerja dan kinerjanya dan masalah perilakunya. Meskipun masih menunggu proses hukum, tetapi sanksi sosial lebih berat lagi.

Contoh: Setiap hari kita melihat di mass media, pemimpin-pemimpin kita yang kerja dan kinerjanya ditanggapi oleh rakyat dengan berbagai pandangan. Bahkan pandangan yang paling berani adalah rakyat ”meminta mundur beberapa pejabat yang ada di Pemerintahan sekarang”.

Siapa takut, dikatakan pemimpin mundur. Menteri mundur toh dalam masyarakat akan dikenang sebagai: Menteri yang mundur. Jika ada singkatan Meneg (Menteri Negara), maka justru Menteri yang mundur bisa disingkat sebagai Menmun (Menteri Mundur). Bisa disingkat juga sebagai Mendur (Menteri Mundur). Tetapi penulis lebih cocok disingkat Menmun. Karena kata Menmun adalah merupakan nama tokoh Wartawan IPPHOS yang mengabadikan perjuangan zaman kemerdekaan hingga proklamasi. Yang cocok adalah Menmun, sehingga bisa disingkat ”mantan Meneg yang Menmun”.
Sumber; Ist

Rakyat malu memiliki pemimpin-pemimpin yang tidak berkarakter. Seharusnya Menteri yang bersangkutan jangan malu terhadap dirinya sendiri. Menteri mana yang mau mundur? Silahkan! Tidak perlu takut, karena ”budaya mundur” adalah merupakan keyakinan dari seorang pemimpin.

Kapan mereka merasa malu dan mundur? 

Palangkaraya, 25/8 2012
Share this article :

Posting Komentar

Followers My Blog

 
Support : Creating Website | Fahruddin Fitriya SH | Kecoak Elektronik
Copyright © 2012. PENA FITRIYA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Vitrah Nusantara
Proudly powered by Blogger