Ilustrasi |
Awalnya aku suka bingung, kenapa beberapa
teman sering pesan tiket pesawat selalu pada waktu yang mepet ke waktu
keberangkatan ketika menyambangiku kemari. Padahal dalam asumsiku, semakin
jauh-jauh hari kita pesen, harga bisa dapat lebih murah.
Setelah iseng-iseng ngecek ke
websetnya maskapai, baru aku mudeng kalau
aku tak menyadari adanya perubahan trik marketing mereka di beberapa rute agar
bisa kasih harga tinggi.
Sekitar dua minggu lalu aku
ngecek tiket Palangkaraya-Jakarta dan menemukan harganya di kisaran 700 ribuan.
Tidak ada tarif promo yang biasanya selalu muncul untuk pemesanan jauh-jauh
hari kedepan. Pagi-pagi pada hari keberangkatan, aku iseng lagi buka websetnya.
Lha kok malah harganya turun plus ada
tarif promonya.
Bisa jadi banyak penumpang yang
segaptek aku dalam soal cari tiket. Telanjur berasumsi kalau mau murah jangan
mendadak. Tiap mau ngeluyur dengan
biaya pribadi, aku suka cepetan pesen takut keburu naik harganya.
Ini sama kasusnya dengan
pemahamanku atas tarif telepon dulu. Sejak jaman Telkom berkuasa sampai
awal-awal munculnya hape, aku selalu
dicekoki kalau mau nelpon murah
jangan siang hari. Makanya aku sering nunggu malam kalau mau ngobrol panjang.
Mana aku tahu kalau ternyata polanya diubah, nelpon sore justru lebih mahal dibandingkan siang atau pagi hari.
Semua ini memang salahku yang
gaptek dan jarang mau cari-cari info semacam itu secara rutin. Apalagi untuk
tarif hape yang begitu njlimet, sering berubah, tidak
transparan dan banyak pencekikan di
balik promonya. Mau kasih murah saja harus kebanyakan aturan dan pakai reg ini
itu.
Sebuah resiko harus merugi karena
kegaptekan diri. Tapi minimal aku
jadi sadar, mungkin banyak hal yang telah berubah tanpa aku sadari. Seperti
misalnya, selama ini aku berasumsi kalau orang lain selalu menganggap tampangku
jelek…
Posting Komentar