Indonesia Milik Siapa (Bag.II-Selesai)

Senin, 22 Oktober 20120 komentar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


 #Revisi

Awas Sindrom Penduduk Lokal

Sungguh ironis, jika masih ada yang menggunakan gelar “penduduk lokal” dan “warga pendatang” pada jaman dimana mobilitas masyarakat sudah mampu melampaui batas ruang dan waktu.
---------------------------------------------------------------------------------
Ternyata sindrom pengelompokan antara "kami" dan "mereka", antara "penduduk lokal" dan "warga pendatang" juga terjadi diluar negeri. Hal ini jelas digambarkan oleh A. Rahman Basrun dalam tulisannya “Awas Sindrom Warga Singapura” di Berita Harian, koran berbahasa Melayu di Singapura, tanggal 9/4 2012, lalu. Tulisan ini ditujukan untuk menanggapi komentar Perdana Menteri Singapura pada tanggal 5/4 2012,  mengenai “PM Lee flags two worrying trends in Singapore”.

Tulisan A. Rahman Basrun ini sangat menarik untuk dicermati karena menceriterakan bahwa dulu (mungkin sekitar tahun 60-an dan 70-an) orang Melayu Singapura berteriak, tidak suka dengan yang bukan Melayu, yaitu Cina dan  India. Orang Melayu merasa kurang diperhatikan di bidang pendidikan dan bisnis. Kemudian, dengan usaha integrasi, demikian menurut Rahman, warga negara Singapura telah tersatukan, entah mereka Cina, Melayu, atau India, bahkan yang “lainnya” (termasuk yang orang barat).  Dan kini, mereka (Cina, Melayu, dan India) bersama-sama berteriak terhadap arus pendatang, entah dari mana pun mereka, termasuk pendatang dari Rakyat Republik Cina (RRC) dan India.

Yang namanya penduduk lokal dan pendatang dapat pula berasal dari kelompok dengan “darah” yang sama. Orang Cina warga negara Singapura belum tentu senang dengan kehadiran orang Cina dari  RRC, yang jumlahnya meningkat dengan cepat. Bahasa mereka berbeda, budaya mereka berbeda. Orang India warga negara Singapura belum tentu nyaman dengan para pekerja kasar  dari India atau expatriat dari India.

Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Negara Indonesia adalah negara yang amat luas, dengan jumlah penduduk yang hampir 50 kali lipat jumlah penduduk Singapura, ditambah lagi dengan tingginya mobilitas penduduk dengan cepat, pada daerah yang kecil, seperti kecamatan, apalagi kelurahan, migrasi ke suatu daerah dapat menyebabkan terjadinya perubahan komposisi penduduk yang amat cepat pula.

Sangatlah tidak mengherankan jika terjadi sentimen antara penduduk lokal dan warga pendatang. Apalagi jika pendatang ini mempunyai tingkah laku (termasuk suku dan agama) yang berbeda, maka konflik dapat mudah disulut, apalagi kalau para pendatang itu dilihat sebagai saingan penduduk lokal.

Konflik horisontal akan semakin rentan dengan meningkatnya suhu politik yang terus memanas menjelang pesta demokrasi dalam bentuk pemilihan umum maupun pemilihan umum kepala daerah. Isu orang lokal dengan label putra dearah lawan pendatang dapat dengan mudah dipolitisir oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menciptakan ketidakstabilan sosial dan politik, tentunya untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu. (Fahruddin Fitriya)

Never you on behalf of local residents to suppress other people, we are one "Indonesia".

Share this article :

Posting Komentar

Followers My Blog

 
Support : Creating Website | Fahruddin Fitriya SH | Kecoak Elektronik
Copyright © 2012. PENA FITRIYA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Vitrah Nusantara
Proudly powered by Blogger