#Lagi, kekerasan menimpa kuli tinta
Kekerasan TNI AU Terhadap Wartawan Riau Post//Ist |
Kekerasan
terhadap pers sebenarnya menampakkan wajah asli demokrasi yang ternyata
mengkhianati demokrasi tu sendiri. Kasus Pembunuhan Udin di Yogyakarta,
kekerasan terhadap Abi Kusno di Pangkalan Bun, kekerasan di Padang, kekerasan
di Poso dan yang terakhir kekerasan terhadap wartawan Riau Post, merupakan
simbol peristiwa kelam dari kekerasan terhadap pers.
Kekerasan
merupakan salah satu cara masyarakat barbar menyelesaikan perbedaan. Kekerasan
itulah yang dapat kita saksikan dengan mata telanjang. Kekerasan sudah menjadi
alat pembenar yang ampuh untuk menyelesaikan perbedaan. Tak ada lagi yang
namanya ruang perbedaan pendapat, tak ada lagi ruang dialektika.
Semuanya
sama! Semuanya Seragam! Persis seperti barisan serdadu di tengah lapangan,
hanya menerima titah dan sabda komandan yang tak pernah salah!!!
Dalam
teori Montesquie yang terkenal “trias politica” (pemisahaan kekuasaan), Pers
merupakan salah satu elemen yang bertanggungjawab mengontrol seluruh pilar
demokrasi agar bekerja demi kepentingan rakyat.
Semakin
maju dan semakin beradab demokrasi di suatu Negara, selalu ditandai dengan
kebebasan pers. Berbagai indikator inilah yang paling mudah dibaca bagaimana
wajah demokrasi dalam suatu bangsa.
Fungsi
pers inilah yang kemudian selalu dikawal, agar pilar demokrasi berjalan
sebagaimana fungsinya. Sehingga Pers kemudian memberikan rambu dan arah, agar
pers dapat menjalankan fungsinya.
Dalam
rumusan UU No. 40 Tahun 1999 telah menegaskan prinsip itu, dalam UU ini, pers harus
mendapatkan proteksi agar pers dapat bekerja dengan nyaman, memberitakan secara
obyektif dan memberikan informasi yang memang dibutuhkan masyarakat. Maka kekerasan
pers dapat dikategorikan sebagai kejahatan yang dapat dituntut di muka
persidangan.
Berangkat
dari rumusan itulah, dengan mata telanjang kita dapat menyampaikan tuntutan
agar para pelaku kekerasan terhadap pers memang harus diadili, supaya kejadian
serupa tidak terulang lagi.
Sekali
lagi, kekerasan dengan dalih apapun tidak dapat dibenarkan. Kekerasan terhadap
siapapun, termasuk kekerasan terhadap pers yang dapat dikategorikan mengancam
kebebasan sebagai negara yang bermartabat.
Jurnalis
adalah pewarta, bukan pencari petaka!!!
Kasongan, Selasa
10/11 2012
Posting Komentar