“Binatangisme” Dalam Dunia Politik Kita

Kamis, 06 Desember 20120 komentar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Mempelajari budaya bangsa melalui fenomena “kebahasaan”

Patung Gajah di kebun binatang Ragunan-Jakarta Selatan/Ist
Mengkaji jurnal sebelumnya (Baca; Politik Dagang Sapi), saya malah makin tergelitik untuk kembali mengulasnya. Bukan karena makna yang tersirat dalam jurnal tersebut, melaikan karena istilah yang tak sengaja tersematkan “Sapi”.

Pertanyaan saat ini, kenapa kata “Sapi” yang dipilih? Barangkali, kata tersebut tak bermaksud meyidir siapa dan kelompok mana, namun saya berkeyakinan jika pemilihan kata dalam sebuah istilah yang lahir tentunya memiliki kandungan makna.

Dalam beberapa mata kuliah keilmuan dan ketrampilan berbahasa yang sempat saya timba di salah satu sekolah para guru Sastra Indonesia di kota Loenpia, ada beberapa mata kuliah yang didalamnya secara khusus mempelajari tentang struktur dan kaitan budaya dalam bahasa, diantaranya; Fonologi, Morfologi, Sintaksis dan Sematik.

Dari sekian pelajaran yang saya peroleh dari tebalnya buku pengantar, buku pendamping, buku paket, diktat, celoteh sang dosen serta refrensi yang berhamburan di dunia maya, ternyata dasar ilmunya teramat sangat simpel, bahkan nenek moyang kita lebih dulu memahaminya dibanding sekian cedikiawan dan puluhan perofesor di menara gading tersebut.

“Bahasa menunjukkan sebuah bangsa,” ya, kalimat inilah kunci dari sekian ilmu tersebut, dan jika kita menjadikan pepatah yang kian usang ini sebagai barometer, tentu saja dalam sebuah kebudayaan, “petikan-petikan” kalimat berhikmah dapat dengan mudah dijadikan parameter untuk mendedah sampai sejauh mana tradisi melakukan transformasi terus-menerus untuk menjawab paradigma baru di ranah kebudayan tersebut.

Dengan kata lain,  Ketika kita membaca, mendengar dan merasakan istilah istilah dalam sebuah budaya, sebenarnya kita diajak untuk “Bercermin” di sana. Dengan demikian, dalam proses “bercermin” inilah kita bisa menemukan demikian banyak keganjilan dalam prilaku politik “kebahasaan” kita dalam menyikapi situasi politik dalam ranah “kebangsaan” ini.

Salah satu contoh yang paling “aneh” dari pola wacana publik dalam melihat “lanskap” politik mutakhir Indonesia adalah dengan mensinonimkannya dengan binatang. Mulai dari munculnya istilah “politik adu domba”, selanjutnya “politik kambing hitam”, “politik dagang sapi”, “kutu loncat” atau yang belakangan popular “cicak versus buaya” dan “gurita dari cikeas” menjadikan wacana politik kita demikian riuh oleh berbagai jenis “binatang”.

Terlepas meyudutkan kelompok manapun, serentetan istilah inilah yang memunculkan imajinasi dan pertanyaan “nakal” dalam benak saya. Apa yang menjadikan wacana politik kita mengalami proses “binatangisme” dalam penamaannya? Bagaimana kita mencari format hubungan antara “binatang” dengan politik kita? Dan siapa paling bertanggungjawab terhadap label “binatangisme” ini ?

Barangkali, Dunia binatang yang dalam satra Indonesia sering disebut fabel ini sudah menjadi tradisi dunia perpolitikan di tanah air beta dan kebetulan memang menyimpan sejenis makna yang telah lama menyusup jauh ke saluran “bawah sadar” kolektif kita.

Dengan banyaknya istilah “binatangisme” ini, mungkin juga sebagian atau bahkan mayoritas masyarakat negeri yang katanya kaya raya ini menatap, menggambarkan dan menginterprestasikan prilaku para politisi kita (baca:pejabat publik) dalam mengelola negara.

Dalam kaitan itu, “dunia binatang” adalah semacam fenomena “kebahasaan” yang muncul dari sebuah perlawanan diam-diam untuk menegaskan “rasa muak” masyarakat terhadap model pengelolaan publik yang di amanatkan kepada para pejabatnya.

Selain itu, dalam membedah sebuah budaya masyarakat melalui kebahasaan, fenomena ini teramat jelas dan gamblang untuk dijadikan gambaran para politisi kita yang terkesan “mendekati” perilaku binatang. Atau setidak-tidaknya mulai “tercium” gelagat “binatangisme” dalam setiap ucapan dan prilaku pejabat kita. Bagaimana dengan anda?
Komik politik/Ist
---Bersambung---

Kasongan, 6/12 2012.
Share this article :

Posting Komentar

Followers My Blog

 
Support : Creating Website | Fahruddin Fitriya SH | Kecoak Elektronik
Copyright © 2012. PENA FITRIYA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Vitrah Nusantara
Proudly powered by Blogger