Pengalaman dari seorang tokoh muda
Pasundan
Debat Capres Amerika Serikat 2012, Obama Vs Romney/Ist |
“Exsperience is the best teacher,” Kenapa?
Jelas saja, karena pengalaman tidak pernah meberikan tugas dan PR, hehe, Just
kidding. Terlepas dari itu semua, saya masih yakin jika pengalaman masih
menjadi guru terbaik dan belajar dari pengalaman orang lain adalah yang
terbaik, selain lebih mudah tentunya juga lebih murah.
Saya merasa sangat beruntung, meski
tidak bisa turut serta ke Amerika Serikat, seorang pimpinan Paguyuban Bogor, Dr. Arya Bima mau
berbagi pengalamannya ketika menyaksikan pesta demokrasi untuk menentukan orang
nomor satu di Negara paman sam tersebut.
Kesempatan menginjakkan kaki ke Negara
adi daya tersebut karena dirinya mendapat undangan dari American Council for
Young Political Leaders (ACYPL), suatu lembaga nirlaba yang sejak 1966 fokus
pada program membangun jaringan komunikasi pemimpin politik muda sedunia.
Dari paparan tokoh muda berdarah Sunda
tersebut dapat saya simpulkan, Jika pemilihan presiden kali ini dalah yang paling
dramatis dalam sejarah Amerika, pasalnya pilpres kali ini diwarnai dengan
terjangan badai Sandy yang sangat hebat dan tentunya memberikan dampak
signifikan bagi peta politik di hari-hari akhir kampanye.
Tidak saja dalam hal jadwal kampanye,
namun juga strategi dan isu kampanye. Romney kehilangan momentum terbaiknya
karena badai ini. Isu andalan Romney untuk menyerang Obama yaitu kemunduran
ekonomi dan tingginya pengangguran seketika tergeser dengan masifnya
pemberitaan mengenai dampak bencana.
Obama kemudian mendapat momentum untuk
menunjukan kelasnya sebagai commander in chief dengan terjun langsung memimpin
penanganan bencana. Terlepas dari sentiment apapun, paling tidak sikap ini
sudah dimiliki orang nomor dua di Kabupaten Katingan saat ini, karena beliaulah
pejabat pertama yang turun ke lokasi kebakaran ketika terjadi kebakaran yang
menghanguskan ratusan rumah warga Tumbang Senamang beberapa waktu lalu.
Kembali pada pesta demokrasi Negara adi
daya, akibat terjangan badai tersebut, ada Hal menarik yang dapat dipetik
pelajaranya, kedua kandidat menunjukan kelasnya sebagai negarawan dengan
sepakat untuk puasa bicara politik dan menghentikan jadwal kampanye untuk
beberapa hari. Saya rasa sikap sportifitas semacam ini masih teramat langka di
tanah air beta.
Pada detik detik terakhir masa
kampanye, Arya Bima sempat hadir pada kampanye Romney dan Obama di Denver
Colorado. Sebagai pendukung Obama, tentu saja dirinya sempat khawatir
membandingkan kedua kampanye tersebut.
Kampanye Romney sangat megah dan meriah
dibanding Obama. Diadakan di stadion olahraga dengan kapasitas sekitar 30 ribu
dan penuh, lengkap dengan tata suara dan pencahayaan layaknya konser musik.
Sementara kampanye Obama diadakan di
lapangan kampus dengan kapasitas sekitar 5 ribu orang dan panggung seadanya.
Ya, Romney adalah pengusaha sukses yang kemudian menjadi gubernur dan didukung
oleh banyak kelompok pengusaha kaya di Amerika.
Keputusan kontroversial dari Mahkamah
Agung Amerika yang menghapus batas sumbangan pengusaha dalam kampanye pilpres
jelas sangat menguntungkan kubu Romney. Iklan kampanye Romney di media juga
jauh lebih masif dan intensif ketimbang Obama.
Nah dari latar tersebut banyak pengamat
yang memprediksi bahwa Romney memiliki kans untuk menang tipis dari Obama. Tentu
saja hal ini membuat tokoh muda pasundan tersebut terpengaruh dengan berbagai
analisa.
Sampai pagi hari ketika pemungutan
suara, tepatnya hari selasa (6/11) rakyat Amerika mulai bergegas ke TPS-TPS, Ariya
mulai berkeliling untuk sebanyak banyaknya berbincang dengan pemilih di sekitar
tempatnya menginap di kota Denver, negara bagian Colorado. Negara bagian ini
adalah satu dari 11 negara bagian yang dikategorikan swing states atau tempat
bagi pemilih mengambang yang tidak bisa digolongkan menjadi basis, baik
republik atau demokrat.
Sungguh diluar dugaan, Dari hasil
perbincangannya dengan para pemilih, Arya menemukan fakta bahwa nyaris semua
orang yang diajaknya bicara merespon dengan jawaban yang sama. Bagi mereka,
terlepas dengan segala kontroversi tentang kinerja di bidang ekonomi, mereka
yakin Obama jauh lebih jujur dan tulus dibanding Romney.
Dari mana mereka bisa simpulkan hal
tersebut? Hanya dari acara debat televisi! Ya, begitu dahsyatnya dampak debat
bagi perilaku pemilih di Amerika. Sementara Romney dilihat sebagai figur yang
tidak memiliki prinsip yang jelas serta hanya mewakili kepentingan kelas
menengah.
Ketika kemudian Obama dinyatakan
menang, itu tidak lagi membuat kejutan bagi Arya, apalagi Hasil dari survey
juga menunjukan bahwa tiga faktor utama menjadi penentu kemenangan Obama yaitu
perempuan, kalangan latin, dan anak muda.
Dengan program asuransi kesehatan
Obamacare dan berbagai program dan kebijakan pro perempuan, sangat wajar bila
Obama menuai dukungan signifikan dari kalangan latin Amerika dan perempuan.
Latin adalah minoritas terbesar di
Amerika dengan tingkat pertumbuhan yang signifikan. Kalangan latin sangat
simpatik dengan berbagai kebijakan Obama di bidang Imigrasi dan kesehatan yang
berpihak pada mereka.
Singkat kata, saya semakin percaya
bahwa dua faktor kunci adalah resep universal bagi siapapun yang memiliki
cita-cita meraih posisi kepemimpinan yaitu kekuatan karakter dan program.
Obama mampu melawan kekuatan dahyat
pemodal dengan citra diri yang memiliki kekuatan kejujuran dan ketulusan.
Dipadukan dengan rekam jejak dan program yang berpihak pada rakyat banyak,
keduanya menjadi kombinasi yang sangat dahsyat.
Kasongan, Selasa 4/12 2012.
Disclaimer; Meski sudah mengalami
suntungan disana sini, artikel di atas pernah dibahas dalam diskusi pada forum
kebanggaan warga Pasudan, Paguyuban Bogor
dengan topic “Belajar Dari Kemenangan Obama”. Postingan ini bertujuan untuk
pendidikan dan pecerahan, semoga bermanfaat. Amin.
Posting Komentar