Agama Kita Beda, Tapi Yakinlah Jika Tuhan Kita sama

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Pacaran beda agama, “why not?”

Screenshot for; film tentang cinta beda agama. @2010

Dalam sebuah perbincangan sempat terlontar pertanyaan, Apa agamamu kak? “Cinta,” jawabku, lalu dengan sabar ia menungguku untuk memberikan penjelasan atas jawaban yang mungkin asing baginya. Begitupun denganku dulu.

Ternyata dugaanku hampir tepat, Nampak keseriusan yang mendalam saat ku jelaskan apa maksud dari jawabanku tersebut. “de’, kakak itu hanya akan memeluk agama yang menjujung tinggi cinta dan kasih sayang. Jadi, jika Islam menjujung tinggi cinta dan kasih sayang, berarti kakak Islam, jika Kristen demikian, itu artinya kakak Kristen, begitupun jika Yahudi,” jelasku waktu itu.

Dalam pemahamanku yang dangkal ini, aku menyakini jika tuhan kita itu sebenarnya sama. Meski berbeda dalam memeluk agama, berbeda cara beribadah dan berbeda cara menyembah_Nya. Ini pandanganku.

Jadi bagiku tak ada alasan untuk meributkan perbedaan ini dalam menjalani dan menjalin sebuah hubungan, asal kita dapat membagi porsi untuk membedakan keyakinan kita pada agama dan keyakinan kepada pasangan kita. Intinya, haram bagiku memaksakan keyakinan kepada pasangan untuk mengimani apa yang ku imani.

Dari kitab yang kupedomi, secara jelas disebutkan dalam surat al kafirun bahwa “lakum dinukum waliyadin” bagiku agamaku bagimu agamamu. Itu sudah jelas. Di ayat lain juga dijelaskan bahwa “la ikraha fiddin” tidak ada paksaan dalam urusan agama. Orang bebas memilih dan menentukan sendiri apa yang menjadi kehendaknya.

Selain itu aku juga menyakini bahwa agama itu hanyalah rekaan manusia, bagaimana tidak? Jika kita menyakini Adam dan Hawa itu tercipta oleh Tuhan dan kesepakatan kita bersama bahwa Tuhan itu satu, maka sudah jelas agama merupakan ciptaan atau rekaan manusia sehingga tidak memiliki korelasi atau hubungan terhadap hubungan antar manusia.

Sederhananya jika memang Tuhan satu maka perbedaan agama tidak memiliki kekuatan merusak suatu hubungan. Hal ini membuat pernyataan pacaran beda agama akan berakibat kehancuran rumah tangga nantinya merupakan mitos. Mitos memang terkadang benar, namun ikatan batin dan keimanan terkadang melampaui sebuah logika dan keegoisan.

Jadi yang paling bisa kulakukan adalah menjaga hubunganku berjalan dengan baik adanya, sekali lagi perbedaan ini sedikitpun tak memiliki korelasi untuk membuat hubunganku hancur. “Hablu minallah, hablu minannas” biarkan aku menggunkan caraku sendiri untuk berhubungan dengan tuhanku, dan aku tetap memiliki porsi tersendiri bagi hubunganku dengan pasanganku atau manusia lain. urusan duniawi dan surgawi sangat berbeda jauh jalannya, namun memiliki tujuan yang sama yaitu “bahagia”.

Pacaran beda agama, kenapa tidak? jika pada akhirnya pasangan yang beda agama namun bisa memberikan kehidupan duniawi yang baik, dan kita masih tetap bisa jalani ajaran Tuhan kita untuk mencapai surgawi yang baik juga. Dalam hal ini kuncinya “Toleransi” tingkat dewa.

Terakhir adalah masalah keluarga, aku pribadi sangat tak masalah dalam hal ini, selama pasanganku nanti pantas dipertahankan. Namun, bagaimana dengan keluarganya? Pertanyaan inilah yang masih belum terjawab sampai sekarang.

Aku berharap akan berakhir indah. Amien ya Rab…