Semua Kecap Nomor Satu
Disepanjang
sejarah peradaban manusia, belum pernah rasanya kita temukan kecap nomor dua,
semuanya nomor satu. Akibatnya, setiap ada pihak atau produsen yang mengklaim
diri atau produknya nomor satu, pasti dijawab dengan kalimat setengah menggoda
dengan sebutan "kecap selalu nomor satu".
Rasanya, hal serupa juga terjadi dengan sejumlah pasangan calon (paslon)
Bupati/Wakil Bupati Katingan pada Pemilukada Katingan 2013 ini. Bahkan memasuki
masa kamapanye seperti saat ini, semua kandidat mulai “gasas-ganasnya”
menjaring simpati masyarakat. Tak hanya turun ke bawah, mereka juga mulai
melontarkan sejumlah janji jika nanti terpilih.
Janji,
ya, Namanya juga janji, bisa dipenuhi dan tidak jarang diingkari, apalagi janji
dalam konteks kampanye. Tanpa ada niat menuduh para paslon ini ingkar janji,
namun pengalaman kita, atau paling tidak pengalaman sekelompok masayarakat
menyimpan sejuta kekecewaan atas realisasi dari janji yang diucapkan para calon
pemimpin saat kampanye.
Jujur
saja, mana mungkin ada seorang atau sepasang calon pemimpin saat kampanye tidak
mengumbar janji-janji manis, indah, elok, sopan, santun, lembut dan sebagainya
? Bahkan sebelum naik panggung kampanye para calon itu terlebih dahulu
mempelajari teknik-taknik kampanye yang bisa memikat hati para pendengarnya.
Para
tim juru kampanye (jurkam) juga lebih dulu mendata apa-apa yang sebenarnya
diinginkan para konstituen apakah perbaikan jalan, pengaliran air bersih,
berobat dan sekolah yang murah, butuh gedung sekolah yang layak, sembako yang
tidak mahal dan lain-lain dan lain-lain. Nah, kebutuhan-kebutuhan itulah yang
saat ini dikupas tuntas lewat panggung kampanye dan semua calon pemimpin
menyatakan siap memenuhinya.
Ketika
mengumbar janji di panggung kampanye, rasanya tidak ada hambatan
mensejahterakan rakyat, segala-galanya gampang, dengan catatan semua junji itu
akan diwujudkan jika pengumbar janji itu terpilih.
Tapi
mau bagaimana lag, dari jaman firaun hingga jaman serba online seperti saat ini
nasib rakyat hanya sampai mendengar janji saja. Untuk menikmati isi janji itu
rasanya “ntar dululah” belum tiba saatnya. Orang bijak mengatakan, rakyat itu
nasibnya hanya sebatas dihitung, belum tiba pada diperhitungkan. Artinya, saat
menjelang pemilihan, apakah itu pemilihan anggota legislatif, pemilihan
presiden, pemilihan gubernur, pemilihan bupati dan sebagainya dan sebagainya,
rakyat seketika itu dihitung. Untuk apa? Untuk mengetahui kekuatan konstituen
masing-masing calon.
Akan
tetapi setelah pemilihan berakhir, dan mereka-mereka yang mengumbar janji itu
terpilih, jangankan memenuhi janji, rakyat yang menghantar mereka ke kursi
kekuasan, tidak dikenal lagi. Ini yang sudah-sudah.
Karenanya,
bagi para calon pemilih (konstituen) hati-hatilah dan pintar-pintarlah
menjatuhkan pilihan. Jangan tergiur hanya karena isi pidato kampanye yang menyenangkan
telinga dan jangan tergiur pula oleh karena adanya bagi-bagi uang (kalau ada). Lebih
ekstrim lagi, tolak uangnya. Jangan pilih orangnya!!!
Tapi
tetapkan pilihan dari hati yang paling dalam sebab begitu kita tetapkan
pilihan, kepentingan hidup kita sebagai warganegara, selama lima tahun berada
di tangan mereka yang kita pilih. Makanya jangan milih asal-asalan, agar
nantinya tidak menyesal. Ingat, ini menentukan nasib kita lima tahun mendatang.
KASONGAN, 26/3 2013.
+ komentar + 1 komentar
nice artikel
,jangan lupa followback dan komen ke blog saya http://www.brotoyol.blogspot.com
Posting Komentar