attraction fireworks in the Kereng Humbang stadium |
Seperti
tahun-tahun sebelumnya, perayaan pesta pergantian tahun selalu saja diwarnai
dengan gairah sebagian masyarakat republik yang katanya kaya raya bernama
Indonesia tanah air beta untuk menyambutnya, tak terkecuali di Kabupaten
pemekaran yang baru sepuluh tahun berdiri menjadi kabupaten definitif ini.
Disini
masyarakat kelas menengah ke bawah hingga atas, mulai memadati sejumlah
tempat yang menyajikan berbagai atraksi
hiburan pada malam tahun baru. Jenis hiburan yang ditawarkan pun beragam, namun
yang khas dan seolah menjadi tradisi adalah
pertunjukan musik dan pesta kembang api, lengkap dengan riuh terompet di
mana-mana.
Fenomena
maraknya pesta menyambut tahun baru, di satu sisi, bisa menjadi indikasi
keberhasilan kreasi kalangan dunia usaha dalam memanfaatkan momentum pergantian
tahun untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Di sisi lain, fenomena ini
menjadi indikasi mudahnya sebagian masyarakat kita untuk larut dalam budaya
hedonisme. Mereka larut dalam kegembiraan sesaat, tak peduli dengan pengorbanan
waktu, tenaga dan biaya yang harus dikeluarkan.
Ditengah
masih adanya sebagian masyarakat yang memilih merayakan tahun baru dengan larut
dalam gemerlap pesta, banyak juga masyarakat yang memanfaatkan malam pergantian
tahun sebagai momentum intrispeksi diri. Dalam bahasa agama, introspeksi diri
sama dengan bertafakkur atau bermuhasabah. Yakni menghitung jumlah perbuatan
baik dan buruk yang pernah kita perbuat setahun terakhir, baik terkait dalam
hubungan kita dengan Tuhan maupun hubungan dengan sesama manusia.
Mengapa
introspeksi penting dilakukan? Sebagai manusia, kita sering kesulitan
melepaskan diri dari kekhilafan dan dosa. Mulai perbuatan buruk yang kita anggap
remeh seperti berkata jorok hingga perbuatan buruk yang berimplikasi serius
menyengsarakan orang banyak. Sebagai wartawan, saya tentu lebih memilih
introspeksi, apakah selama ini saya sudah bekerja secara professional dengan
menjunjung tinggi etika dan kebenaran? Sebagai pejabat publik, mungkin anda
akan introspeksi apakah selama ini pernah korupsi uang rakyat? Sebagai
pengusaha, apakah anda selama ini pernah berbisnis dengan culas dan merugikan
orang lain? Tentu masih banyak jenis perbuatan khilaf dan dosa lainnya sesuai
dengan profesi dan aktifitas keseharian kita.
Lantas,
apa yang harus segera dilakukan setelah kita menyadari jumlah kekhilafan dan
perbuatan dosa yang telah kita perbuat? Terlepas dari hasil perhitungan kita
selama bertafakkur, apakah kita selama ini lebih banyak melakukan melakukan perbuatan buruk yang
tergolong remeh atau yang berimplikasi serius terhadap orang banyak, sikap
bijak yang selayaknya kita lakukan adalah: segera merubah sikap! Tanpa diikuti
perubahan sikap kea rah perbuatan yang baik, maka introspeksi diri yang kita
lakukan jelas sia-sia. Pada tahap awal, merubah perbuatan buruk menjadi
perbuatan baik, biasanya agak berat dan susah. Namun dengan tekad yang kuat dan
tujuan yang jelas, perubahan perbaikan itu dapat dilakukan secara bertahap.
Bila sudah menjadi kebiasaan, perbuatan baik yang awalnya susah dan berat
dilakukan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan (pola hidup) yang mudah
dilakukan.
Agar
perubahan yang kita lakukan dapat terukur, langkah introspeksi yang perlu kita
lakukan, sebaiknya tidak perlu dalam jangka waktu tahunan, seperti introspeksi
dalam momentum tahun baru. Semakin lama jangka waktu yang kita evaluasi, akan
semakin sulit pula kita menghitung perbuatan buruk yang pernah kita perbuat dan
akan semakin berat pula untuk segera merubahnya. Oleh karena itu, introspeksi
sebaiknya dilakukan dalam tempo harian atau bahkan setiap saat. Kenapa? Dengan
introspeksi dalam rentang waktu yang pendek, akan semakin mudah kita menyadari
kekhilafan yang kita perbuat dan akan semakin cepat dan mudah pula kita untuk merubahnya. Dengan demikian,
introspeksi yang tepat, menurut saya,
adalah introspeksi yang dilakukan setiap saat.
Dalam
introspeksi diri, selain mengkalkulasi berbagai kekhilalan dan secepatnya
menyadari untuk merubanynya, pada waktu yang bersamaan kita juga bisa
mengkalkulasi perbuatan baik yang sudah kita lakukan. Secara pribadi, kalkulasi
yang mudah lakukan adalah, sudahkah kita selama ini melaksanakan dengan baik
kewajiban kita sebagai seorang kuli? Dengan profesi dan pekerjaan apa pun yang
kita pilih atau sudahkah kehadiran kita selama ini memberi manfaat bagi lingkungan
dan masyarakat?
Saya
rasa kesadaran peran social semacam ini sangatlah penting, karena sesungguhnya
eksistensi kita ditentukan oleh sejauh mana kehadiran kita mampu memberi
manfaat bagi orang lain, tentunya dari sebuah intropeksi mendalam yang mampu
menyisihkan perbuatan merusak yang ada dalam diri kita.
Pesta perayaan pergantian tahun, untuk apa? |
Akhirnya,
merayakan pergantian tahun dengan pesta dan hiburan adalah sah-sah saja
sepanjang tidak dilakukan secara berlebihan. Namun pergantian tahun akan lebih
bermakna jika dijadikan momentum introspeksi diri, menuju perubahan ke arah
kualitas hidup yang lebih baik (Baca; Makna Hijrah). Bahkan, introspeksi sebaiknya tidak usah
menunggu even tahunan tapi lebih baik dilakukan setiap saat. Dengan segera
menyadari kekhilafan yang kita perbuat, akan semakin cepat dan mudah kita merubahnya.
Dalam waktu yang bersamaan, kita juga lebih mudah menambah perbuatan baik yang
memberi manfaat bagi sesama.
Adakah
aktivitas hidup yang lebih mulia selain memberi manfaat dan kebahagiaan kepada
sesama?
Selamat
tahun baru 2013, dengan spirit baru dan harapan baru, semoga kita mampu segera
berubah menuju kehidupan di masa depan yang lebih baik.
Kasongan,
1/1 2013; pasca hiruk pikuk riuhnya pesta perayaan menyambut pergantian tahun
2013.
Posting Komentar