Tahun Baru 2013; Pesta Atau Intropeksi?

Kamis, 03 Januari 20130 komentar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



attraction fireworks in the Kereng Humbang stadium
Seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan pesta pergantian tahun selalu saja diwarnai dengan gairah sebagian masyarakat republik yang katanya kaya raya bernama Indonesia tanah air beta untuk menyambutnya, tak terkecuali di Kabupaten pemekaran yang baru sepuluh tahun berdiri menjadi kabupaten definitif ini.

Disini masyarakat kelas menengah ke bawah hingga atas, mulai memadati sejumlah tempat  yang menyajikan berbagai atraksi hiburan pada malam tahun baru. Jenis hiburan yang ditawarkan pun beragam, namun yang khas dan seolah menjadi tradisi adalah  pertunjukan musik dan pesta kembang api, lengkap dengan riuh terompet di mana-mana.

Fenomena maraknya pesta menyambut tahun baru, di satu sisi, bisa menjadi indikasi keberhasilan kreasi kalangan dunia usaha dalam memanfaatkan momentum pergantian tahun untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Di sisi lain, fenomena ini menjadi indikasi mudahnya sebagian masyarakat kita untuk larut dalam budaya hedonisme. Mereka larut dalam kegembiraan sesaat, tak peduli dengan pengorbanan waktu, tenaga dan biaya yang harus dikeluarkan.

Ditengah masih adanya sebagian masyarakat yang memilih merayakan tahun baru dengan larut dalam gemerlap pesta, banyak juga masyarakat yang memanfaatkan malam pergantian tahun sebagai momentum intrispeksi diri. Dalam bahasa agama, introspeksi diri sama dengan bertafakkur atau bermuhasabah. Yakni menghitung jumlah perbuatan baik dan buruk yang pernah kita perbuat setahun terakhir, baik terkait dalam hubungan kita dengan Tuhan maupun hubungan dengan sesama manusia.

Mengapa introspeksi penting dilakukan? Sebagai manusia, kita sering kesulitan melepaskan diri dari kekhilafan dan dosa. Mulai perbuatan buruk yang kita anggap remeh seperti berkata jorok hingga perbuatan buruk yang berimplikasi serius menyengsarakan orang banyak. Sebagai wartawan, saya tentu lebih memilih introspeksi, apakah selama ini saya sudah bekerja secara professional dengan menjunjung tinggi etika dan kebenaran? Sebagai pejabat publik, mungkin anda akan introspeksi apakah selama ini pernah korupsi uang rakyat? Sebagai pengusaha, apakah anda selama ini pernah berbisnis dengan culas dan merugikan orang lain? Tentu masih banyak jenis perbuatan khilaf dan dosa lainnya sesuai dengan profesi dan aktifitas keseharian kita.

Lantas, apa yang harus segera dilakukan setelah kita menyadari jumlah kekhilafan dan perbuatan dosa yang telah kita perbuat? Terlepas dari hasil perhitungan kita selama bertafakkur, apakah kita selama ini lebih banyak  melakukan melakukan perbuatan buruk yang tergolong remeh atau yang berimplikasi serius terhadap orang banyak, sikap bijak yang selayaknya kita lakukan adalah: segera merubah sikap! Tanpa diikuti perubahan sikap kea rah perbuatan yang baik, maka introspeksi diri yang kita lakukan jelas sia-sia. Pada tahap awal, merubah perbuatan buruk menjadi perbuatan baik, biasanya agak berat dan susah. Namun dengan tekad yang kuat dan tujuan yang jelas, perubahan perbaikan itu dapat dilakukan secara bertahap. Bila sudah menjadi kebiasaan, perbuatan baik yang awalnya susah dan berat dilakukan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan (pola hidup) yang mudah dilakukan.

Agar perubahan yang kita lakukan dapat terukur, langkah introspeksi yang perlu kita lakukan, sebaiknya tidak perlu dalam jangka waktu tahunan, seperti introspeksi dalam momentum tahun baru. Semakin lama jangka waktu yang kita evaluasi, akan semakin sulit pula kita menghitung perbuatan buruk yang pernah kita perbuat dan akan semakin berat pula untuk segera merubahnya. Oleh karena itu, introspeksi sebaiknya dilakukan dalam tempo harian atau bahkan setiap saat. Kenapa? Dengan introspeksi dalam rentang waktu yang pendek, akan semakin mudah kita menyadari kekhilafan yang kita perbuat dan akan semakin cepat dan mudah  pula kita untuk merubahnya. Dengan demikian, introspeksi yang tepat, menurut saya,  adalah introspeksi yang dilakukan setiap saat.

Dalam introspeksi diri, selain mengkalkulasi berbagai kekhilalan dan secepatnya menyadari untuk merubanynya, pada waktu yang bersamaan kita juga bisa mengkalkulasi perbuatan baik yang sudah kita lakukan. Secara pribadi, kalkulasi yang mudah lakukan adalah, sudahkah kita selama ini melaksanakan dengan baik kewajiban kita sebagai seorang kuli? Dengan profesi dan pekerjaan apa pun yang kita pilih atau sudahkah kehadiran kita selama ini memberi manfaat bagi lingkungan dan masyarakat?

Saya rasa kesadaran peran social semacam ini sangatlah penting, karena sesungguhnya eksistensi kita ditentukan oleh sejauh mana kehadiran kita mampu memberi manfaat bagi orang lain, tentunya dari sebuah intropeksi mendalam yang mampu menyisihkan perbuatan merusak yang ada dalam diri kita.
Pesta perayaan pergantian tahun, untuk apa?

Akhirnya, merayakan pergantian tahun dengan pesta dan hiburan adalah sah-sah saja sepanjang tidak dilakukan secara berlebihan. Namun pergantian tahun akan lebih bermakna jika dijadikan momentum introspeksi diri, menuju perubahan ke arah kualitas hidup yang lebih baik (Baca; Makna Hijrah).  Bahkan, introspeksi sebaiknya tidak usah menunggu even tahunan tapi lebih baik dilakukan setiap saat. Dengan segera menyadari kekhilafan yang kita perbuat, akan semakin cepat dan mudah kita merubahnya. Dalam waktu yang bersamaan, kita juga lebih mudah menambah perbuatan baik yang memberi manfaat bagi sesama.

Adakah aktivitas hidup yang lebih mulia selain memberi manfaat dan kebahagiaan kepada sesama?

Selamat tahun baru 2013, dengan spirit baru dan harapan baru, semoga kita mampu segera berubah menuju kehidupan di masa depan yang lebih baik.

Kasongan, 1/1 2013; pasca hiruk pikuk riuhnya pesta perayaan menyambut pergantian tahun 2013.
Share this article :

Posting Komentar

Followers My Blog

 
Support : Creating Website | Fahruddin Fitriya SH | Kecoak Elektronik
Copyright © 2012. PENA FITRIYA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Vitrah Nusantara
Proudly powered by Blogger